Mohon tunggu...
Rizki Fujiyanti
Rizki Fujiyanti Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswi Universitas Pamulang

Rizki Fujiyanti, anak ketiga dari empat bersaudara. Hobi menulis sejak duduk di bangku SMP. Mahasiswi aktif Universitas Pamulang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jagakarsa: Kisah Seorang Panglima Perang Kerajaan Mataram

21 Desember 2023   12:00 Diperbarui: 21 Desember 2023   12:26 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu masih segar di dalam ingatan kita mengenai kasus pembunuhan terhadap empat orang anak yang dilakukan oleh ayahnya. Belum lagi video sopir ambulans yang sempat viral beberapa waktu lalu saat dirinya mendapat gangguan dari penghuni sebuah pemakaman. Siapa sangka dua kejadian penuh misteri tersebut terjadi di Jagakarsa? Jagakarsa merupakan nama sebuah kecamatan yang terletak di bilangan Jakarta Selatan. Kecamatan seluas 2.501 hektare ini dihuni oleh sekitar 383.400 jiwa, membentang dari Cipedak sampai Tanjung Barat.

Nama Jagakarsa sendiri diambil dari nama tengah seorang ulama dari Kerajaan Mataram yang juga merupakan keturunan dari Raden Fattah, yaitu Tubagus Jagakarsa Surobinangun yang memiliki gelar Syeikh Jaga Raksa. Beliau adalah seorang panglima perang yang ditugaskan untuk melawan dan menghalau Portugis di Sunda Kelapa pada tahun 1505. Selain untuk menghadapi serangan Portugis, Pangeran Jagakarsa juga memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Islam di utara Jawa yang juga merupakan jalur pelabuhan yang strategis. Memang pada masa itu, panglima perang, senopati, mangkubumi, dan sebagainya merupakan seorang ulama. Bahkan banyak di antaranya adalah seorang wali.

Pangeran Jagakarsa membangun banteng sebanyak empat titik yang disebut dengan Sedulur Papat Limo Pancer yang berarti empat titik yang berpusat pada satu komando. Ia mengutus anak buahnya ke masing-masing wilayah untuk dijaga. Syeikh Hwia Dathuk Kuningan Pakunegoro menjaga Kampung Ciganjur, Nyi Ross Kembang Pandan Wangi menjaga Kampuung Setu atau yang sekarang menjadi Srengseng Sawah, Syeikhona Wijaya Sakti atau yang dikenal dengan sebutan Mbah Jawa menjaga Kampung Kandang atau Ragunan, dan Syeikh Zakaria menjaga Kampung Lenteng Agung. Makam keempatnya pun berada di masing-masing wilayah yang dijaganya.

Wilayah Jagakarsa dipilih karena jika dilihat secara geografis, memang ideal untuk dijadikan sebuah banteng pertahanan atau pemukiman tersembunyi. Ditambah lagi, wilayah ini memiliki sumber daya alam dan air yang melimpah sehingga dapat menunjang sistem pemerintahan. Saat itu, wilayah Jagakarsa merupakan hutan jati yang kemudian dibangun menjadi sebuah giri kedaton. Hutan jati tersebut dibabat, lalu kayu gelondongannya dibawa ke daerah selatan, atau yang sekarang disebut dengan Pangkalan Jati. Kayu-kayu itu kemudian diolah menjadi papan, tiang soko guru, dan balok. Setelah itu, kayu yang sudah diolah dibawa kembali dan digunakan untuk membangun padepokan dan giri kedaton pada tahun 1526 Masehi. Pangeran Jagakarsa dan keempat anak buahnya menjadikan wilayah Jagakarsa sebagai jalur untuk mengamati kekuatan musuh karena posisinya juga berdekatan dengan Kerajaan Pajajaran. Saat itu, diketahui bahwa pada tahun 1522, Portugis menghadiri acara pelantikan Raja Pajajaran Baru.

Pangeran Jagakarsa menikahi seorang putri dari Kerajaan Pajajaran yang bernama Nyimas Ratulajaya. Beliau dianugerahi empat orang anak, yaitu Raden Mas Mohammad Kahfi yang mendapatkan gelar Syeikh Datuk Kahfi, Raden Arya Kemang Yudhanegara, Raden Sukma Jaya, dan Raden Panji Sukma.

Pada 1550 Masehi, Raden Mas Mohammad Kahfi diangkat menjadi adipati dan memimpin wilayah dari Kampung Kandang hingga Tanah Baru, Depok. Konon, Moh. Kahfi memiliki singgasana di daerah pinggiran Srengseng Sawah, atau di daerah hutan Universitas Indonesia. Namun, saat pembangunan Universitas Indonesia, tidak ditemukan jejak peninggalannya. Sedangkan Kampung Kandang yang pada masa itu merupakan sebuah dataran padang rumput yang dialiri oleh dua sungai, yaitu Kali Baru dan Kali Krukut, dijadikan tempat atau kandang untuk ribuan kuda perang mereka.

Saat Raden Mas Mohammad Kahfi menggantikan ayahnya, ia mengembangkan wilayah Jagakarsa dari sebuah kampung menjadi kadipaten. Namun, terjadi serangan pembakaran kedaton oleh VOC. Moh. Kahfi saat itu bersama dengan Nyimas Ratulajaya (ibunya), Raden Sukma Jaya, dan Raden Panji Sukma pun menyingkir ke daerah selatan di Rawageni.

Diketahui, makam Tubagus Jagakarsa Surobinangun terletak di Jalan Belimbing, Gang Keramat, Jagakarsa. Beberapa waktu lalu makam tersebut sempat direnovasi dengan pintu dan bangunan yang kental dengan nuansa atau budaya Islam dan Jawa. Pangeran Jagakarsa yang dikenal sebagai ulama yang sangat tawadhu, memiliki peran besar dalam pembangunan dan menjaga wilayah Jagakarsa sehingga namanya diabadikan menjadi nama kecamatan terluas kedua di Jakarta Selatan.

Sedangkan untuk makam Raden Mas Mohammad Kahfi terletak di Gang Buntu, Poltangan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Berkat jasanya, nama Mohammad Kahfi dijadikan nama jalan, yaitu Jalan Mohammad Kahfi 1 yang membentang dari Tanah Baru sampai Kampung Kandang melintasi Ciganjur, dan Jalan Mohammad Kahfi 2 yang membentang dari Cipedak sampai Lenteng Agung melintasi Srengseng Sawah. Dari kisah ini, kita dapat mengetahui bahwa Jagakarsa memiliki sejarah yang sangat menarik, tetapi belum banyak orang yang tahu. Semoga sejarah ini terus hidup dan tidak tergerus perubahan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun