Ini hanya tulisan sebagai bentuk mencurahkan kekesalan atau mengurai permasalahan yang di alami sebagian besar orang. Memang paling enak menulis hanya untuk diri sendiri, tidak perlu menggunakan topeng permanis mengikuti standar media yang berlaku. Ini juga sebenarnya tidak layak dikonsumsi khalayak. Hanya saja, siapa tahu kawan juga merasakan hal yang serupa biar kita tidak merasa sendiri tentunya.Â
Ada yang mengatakan, lupa saya ini pesan dari siapa, Pidi Baik sepertinya. Bunyinya seperti ini, " Saat ingin memulai sesuatu, sudah lakukan saja, jangan berpikir hasilnya bagaimana." Jika kita terlalu berfokus pada hasil, kecewa yang kita temukan saat tidak mendapatkan itu semua.
Sama halnya dengan bentuk tulisan ini kenapa masih saja seneng nulis, padahal dunia sekarang perubahannya kebanyakan meninggalkan tulisan lebih beralih ke visual seperti, gambar dan video. Saya di sini berusaha juga menerapkan pesan Pidi Baik untuk tidak memikirkan hasil.
Memang sulit, jika tidak dibarengi dengan kecintaan pada kegiatan yang dilakukan. Apalagi sesuatu hal yang menyebalkan itu tidak memberi feedback yang baik untuk diri sendiri. Â Ahh ingin sekali rasanya untuk menyudahi dan meninggalkan kegiatan itu.
Saya coba ceritakan, potongan pelajaran yang saya temui di akhir Mei. Mengenai bagaimana pengelolaan emosi dan merencanakan hal di depan untuk terus berjalan. Apalagi terkhusus manusia yang menginjakan usia di 20-an tahun, quarter life crisis namanya. Menggerus derai air mata sebenarnya jika dibicarakan.
Akan tetapi, ada satu hal besar yang menjadi kunci dari segala permasalahan. Yaitu tenangkan hati. Memantapkan keputusan yang diambil tidak akan bisa jika hati gusar. Tidak akan mampu menelaah kenyataan dengan benar. Tidak sanggup merencannakan masa depan dengan terang.
Ini yang menjadi satu garis kunci dari segala kegusaran.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H