Mohon tunggu...
Rizki Dwika Aprilian
Rizki Dwika Aprilian Mohon Tunggu... -

Interior Architecture, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Besok, Pilih Siapa?

10 Juli 2012   09:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:06 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jakarta City Planning Gallery

Setelah Partai Final Piala Eropa dan result show sebuah kontes pencarian bakat, besok, perhelatan akbar kembali dilaksanakan. Besok, Jakarta punya hajat. Ini hajat bukan sembarang hajat. Besok, warga Jakarta menentukan sendiri nasib teritorinya lima tahun ke depan. Sebagai warga karbitan yang berdomisili di Depok, rumah di Bekasi, tapi KTP-nya Jakarta Barat, saya tidak dikenai hak maupun kewajiban untuk ikut memilih pimpinan Jakarta besok Rabu. Namun, sebagai warga luar perbatasan yang sedikit banyak terkena imbas, saya ingin menyampaikan aspirasi saya. Belakangan, berita mengenai Pemilukada menjadi hiburan di sela-sela liburan. Setiap harinya saya tak pernah ketinggalan, baik penyampaian visi-misi, debat kandidat, hingga iklan-iklan kampanye yang menggelitik. Ketertarikan saya bertambah apabila mereka mulai saling serang. Sindir menyindir di media sudah jadi makanan sehari-hari yang diracik oleh tiap media. Si ini nyindir itu. Si itu membela diri. Belum selesai membela, si anu bantuin si ini, dan seterusnya. Objek yang mereka perdebatkan pun itu-itu saja. Kalo nggak macet, banjir, ya kumis, baik kumis secara akronim maupun harfiah. Saking asyiknya sindir-menyindir, sepertinya banyak dari mereka yang lupa akan alasan utama mereka turun tangan untuk mencalonkan. Halo, kalian bukan sekadar tim hore yang turut meramaikan dan menambah panjang kertas suara! Kalian adalah calon-calon juru selamat bagi daerah khusus yang sedang sekarat! Bencana satu, para ahli bilang, Jakarta tenggelam 2030. Diprediksi, dari daerah pesisir hingga Ring-1 Kepresidenan akan berada di bawah permukaan laut. Bencana dua yang lebih dekat deadline-nya, Jakarta bakal macet total pada 2014. Kecenderungan masyarakat untuk memilih kendaraan pribadi berbanding terbalik dengan rasio penambahan ruas jalan membuat kendaraan akan stuck, tidak bergerak sama sekali. Sebagai warga karbitan yang berdomisili di Depok, rumah di Bekasi, tapi KTP-nya Jakarta Barat, saya mencermati betul semua solusi yang mereka ajukan. Jujur, kebanyakan jawabannya sekadar normatif. Masalah banjir? Solusinya membenahi bantaran kali. Masalah pemukiman kumuh? Direlokasi. Masalah kemacetan? Solusinya pembuatan MRT, busway, dan monorel. Kalau general begitu, malaikat juga tahu! Meskipun saya warga karbitan yang berdomisili di Depok, rumah di Bekasi, tapi KTP-nya Jakarta Barat, saya cinta pada Jakarta. Kecintaan pada Jakarta inilah salah satu faktor pendukung mengapa saya tertarik meneruskan studi pada keilmuan arsitektur. Obsesi saya satu, tapi berat. Menyembuhkan Jakarta, sama seperti mereka dengan janji-janjinya. Andaikan saya bukan warga karbitan yang berdomisili di Depok, rumah di Bekasi, tapi KTP-nya Jakarta Barat dan memiliki hak pilih, mungkin, pilihan saya jatuh pada petahana. Alasannya simpel. Dibandingkan kandidat lain yang terus-menerus menyudutkan dan mempertanyakan keberlanjutan monorail padahal jelas-jelas Pemprov DKI telah membatalkan project itu dan sebagai kompensasinya akan digunakan sebagai tiang pancang elevated busway, pihak incumbent memiliki cetak biru solusi yang jelas dibanding sekadar basa-basi. Bahkan, bisa dibilang beliau beberapa langkah lebih maju. Di masa kepemimpinan beliau, Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Tahun 2010 direvisi dan dibuat versi jangka panjangnya hingga 2030. Tak hanya sampai situ, dibuatlah sebuah tempat informasi publik yakni Jakarta City Planning Gallery di Gedung Dinas Teknis bilangan Abdul Muis yang dibuka setiap hari kerja untuk umum secara gratis. Di galeri tersebut, kita dapat menikmati info grafis mengenai  megaproyek Jakarta, mulai dari rencana Stasiun TOD (Transit Oriented Development) Dukuh Atas dan Senen yang bakal mengakomodasi pengguna kereta lingkar luar, MRT dalam kota, dan pengguna TransJakarta, Giant Sea Wall penuntas banjir, hingga infrastruktur lainnya seperti jalur kereta double track menuju Bandara. Tak hanya sampai di situ, disertakan pula maket berukuran 6x10,8 meter dengan skala 1:750 yang merepresentasikan 10% Kota Jakarta dalam skala kecil, yang membentang dari Jelambar-Jatinegara dan Kawasan Monas-Kebayoran, berisi model bangunan eksisting serta rencana bangunan hingga 20 tahun mendatang. [caption id="" align="aligncenter" width="638" caption="Jakarta City Planning Gallery"][/caption] Menurut saya, semua ini merupakan salah satu bukti keseriusan Pemprov DKI dalam mengatasi masalah perkotaan yang menjangkitinya. Sayangnya, kelemahannya satu, yakni kurang sosialisasi. Akibatnya, grandmaster ini tidak sampai ke telinga masyarakat. Kalau sebenarnya kita telah punya manuskrip yang siap eksekusi, buat apa kita capek-capek memulainya kembali dari nol? Membenahi Jakarta bukan sekadar menggratiskan ini-itu. Membenahi Jakarta tidak hanya mematenkan trademark atau ciri khas tertentu. Membenahi Jakarta pun tidak perlu sesumbar deadline sekian tahun. Yang penting, siapa pun yang terpilih, semoga Jakarta jadi lebih manusiawi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun