Mohon tunggu...
M.Rizky Romadhon Ilvani
M.Rizky Romadhon Ilvani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa aktif semester 4 yang tepatnya sedang menjalani kuliah di Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang pada program studi Ilmu Politik, saya memiliki hobi dalam menganalisis beberapa fenomena politik yang sedang terjadi karena menurut saya linear dengan program studi yang saya ambil saya harus aware terhadap fenomena politik yang sedang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Gerakan Politik 212

18 April 2024   18:09 Diperbarui: 18 April 2024   18:22 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Gerakan Sosial Politik 212: Sebuah Tinjauan di Monas*

Pada tanggal 2 Desember 2016, Monumen Nasional (Monas) Jakarta menjadi saksi dari gerakan sosial politik yang menggema dalam sejarah modern Indonesia. Ribuan orang dari berbagai lapisan masyarakat berkumpul di sana dalam apa yang dikenal sebagai Gerakan 212, yang menjadi simbol protes terhadap dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh seorang gubernur pada saat itu.

Gerakan 212, yang juga dikenal sebagai Aksi Bela Islam, adalah respons atas sebuah pernyataan yang dianggap menyinggung agama Islam oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu. Peristiwa ini memicu gelombang protes dari masyarakat yang merasa terpanggil untuk mengungkapkan keprihatinan dan kekecewaan mereka terhadap apa yang mereka anggap sebagai penistaan terhadap agama Islam.

Monas, sebagai ikon nasional Indonesia, menjadi tempat pertemuan dan pusat aksi protes selama Gerakan 212. Ribuan orang berkumpul di sekitar area Monas, membawa spanduk, poster, dan atribut lainnya yang mengekspresikan solidaritas dan tuntutan mereka. Suara azan dan doa-doa menggema di udara, menciptakan atmosfer yang sarat dengan emosi dan semangat keagamaan.

Selain sebagai bentuk protes terhadap dugaan penistaan agama, Gerakan 212 juga menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap kondisi sosial dan politik yang mereka anggap tidak adil dan tidak merata. Hal ini tercermin dalam beragam tuntutan yang disuarakan selama aksi, mulai dari tuntutan hukum terhadap yang diduga melakukan penistaan agama hingga panggilan untuk perbaikan sistem politik yang dianggap korup.

Namun, Gerakan 212 juga menimbulkan polarisasi di antara masyarakat. Sementara sebagian besar peserta adalah orang-orang yang merasa terpanggil oleh isu agama, ada juga kritik terhadap gerakan tersebut yang melihatnya sebagai politisasi agama dan sebagai ancaman terhadap kerukunan sosial di Indonesia.

Meskipun demikian, Gerakan 212 tetap menjadi peristiwa yang penting dalam sejarah sosial politik Indonesia modern. Aksi massal di Monas menunjukkan kekuatan dan kepekaan masyarakat dalam menyuarakan aspirasi mereka, serta menyoroti kompleksitas hubungan antara agama, politik, dan kekuasaan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk.

Seiring berlalunya waktu, Gerakan 212 di Monas tetap menjadi titik perhatian dalam memahami dinamika politik dan sosial di Indonesia. Peristiwa ini menjadi landasan bagi refleksi lebih lanjut tentang pluralisme, toleransi, dan keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat yang beragam budaya dan keyakinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun