Belum lama ini diberitakan bahwa koperasi di Indonesia adalah yang terbesar dari segi jumlahnya, yaitu 209 ribu koperasi. Namun sumbangannya terhadap GDP Indonesia hanya 1,7 %. Apa yang membuat koperasi di Indonesia menjadi seperti buih di lautan. Jumlahnya banyak tapi sedikit kontribusinya. Salah satu penyebab dari hal ini bisa dirunut ke zaman orde baru.Â
Ketika itu pemerintah orde baru sangat memanjakan koperasi. Koperasi diberi bantuan ini dan itu. Sehingga koperasi-koperasi di Indonesia memiliki ketergantungan tinggi terhadap pemerintah. Merasa di anak emas kan sehingga lupa mempersiapkan diri untuk menghadapi persaingan dunia usaha yang sesungguhnya. Seolah-olah koperasi telah diberi captive market oleh pemerintah, seolah-olah jika koperasi kekurangan modal tinggal lapor ke pemerintah.Â
Koperasi layaknya anak yang dimanja orang tuanya. Ada permasalahan permodalan tinggal lapor ke pemerintah, berbeda sekali dengan sektor swasta yang harus memikirkan sendiri masalah permodalannya. Koperasi menjadi (seolah) maju karena ada dukungan dari pemerintah orde baru saat itu. Lantas bergulirlah sang zaman, tahun 1998 pemerintahan orde baru colapse. Orang tua yang dahulu melindungi dan menyokong penuh anaknya tiba-tiba jatuh sakit dan mati. Pemerintah yang tadinya menganakemaskan koperasi berganti menjadi pemerintah yang bersifat netral terhadap semua bentuk badan usaha.Â
Perilaku koperasi yang menggantungkan diri dan senantiasa menunggu bantuan dari pemerintah terlanjur mengurat akar. Sehingga ketika krisis 1998 terjadi koperasi gagal berubah, gagal menyesuaikan diri untuk bisa sekompetitif badan usaha lainnya. Saat itu pilihannya adalah change or die. Sayangnya kebanyakan koperasi memilih untuk mati suri, die. Sampai saat ini.Â
Apa yang terjadi saat ini tidak lain adalah konsekuensi dari tindakan kita di masa lalu. Begitu pun apa yang terjadi pada koperasi saat ini adalah konsekuensi dari kebijakan-kebijakan masa lalu. Kita telah belajar bahwa kebijakan pemerintah orde baru yang terlalu memanjakan koperasi dengan cara-cara yang kurang benar ternyata berakibat negatif. Kesalahan masa lalu memang tak dapat diubah. Yang bisa kita lakukan adalah belajar dari masa lalu dan berubah.Â
Cara negara membesarkan koperasi hendaknya seperti cara orang tua yang baik membesarkan anaknya. Orang tua yang baik memberikan apa-apa yang dibutuhkan anaknya, sandang, pangan, papan, pendidikan. Namun orang tua sadar bahwa tidak selamanya sang anak akan terus tergantung pada orang tua, akan ada masanya anak tumbuh dan harus memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri. Orang tua yang baik tahu meskipun ia sanggup memberikan handphone, tetapi ia tidak akan memberikan handphone pada anaknya yang masih SD. Begitupun pemerintah, meskipun sanggup mengucurkan dana bantuan kepada koperasi, tetapi tentu tidak akan sembarangan mengucurkan dana tersebut kepada koperasi-koperasi yang belum siap secara usaha dan manajerial untuk mengelola dana bantuan tersebut.Â
Di luar bantuan berupa permodalan, ada bentuk bantuan lagi yang sebetulnya lebih penting. Yaitu fasilitas bantuan berupa pendidikan, pendampingan, dan penyuluhan. Dari ke tiga bantuan tersebut, menurut saya bantuan berupa pendampingan adalah yang paling diperlukan oleh koperasi di Indonesia sekarang ini. Mengapa? Karena kondisi koperasi yang sudah sedemikian parah ini tidak bisa dibenahi hanya dengan mengadakan beberapa kali seminar atau pelatihan. Terkadang peserta bingung ketika pulang dari suatu pelatihan, bagaimana mereka menerapkan ilmu yang didapat dalam praktek berkoperasi sehari-hari. Karenanya perlu ada pihak yang mendampingi, day by day, selama kurun waktu tertentu sampai koperasi bisa mengintegrasikan ilmu ke dalam praktek.Â
Untuk bantuan berupa permodalan ada baiknya lebih banyak diserahkan kepada anggota dan investor. Penyebabnya adalah jika pemerintah yang lebih banyak memberikan bantuan permodalan, maka ada kecenderungan dana yang diberikan penggunaannya kurang efisien dan terkendali. Karena sifatnya pemerintah memang tidak mengharapkan keuntungan dari dana yang disalurkan, bahkan buruknya dana yang disalurkan dianggap sebagai uang hibah sehingga ada kecenderungan untuk dibagi-bagi.Â
Kalau masalah permodalan diserahkan kepada anggota dan investor. Tentunya anggota dan investor menuntut bagi hasil yang kompetitif dan jaminan keamanan dana yang disimpan di koperasi. Sehingga koperasi yang mendapat modal dari anggota atau investor menjadi lebih terpacu untuk menggunakan dana tersebut untuk kegiatan-kegiatan yang benar-benar produktif. Serta menjadi suatu dorongan untuk senantiasa menjaga agar uang anggota dan investor aman disimpan di koperasi.Â
Terakhir, pemerintah memang perlu dan harus membantu koperasi dalam segala bentuk. Akan tetapi jangan berlebihan dan perlu melihat konteks dari yang dibantu.
Â