Pertama: Selama dua tahun berturut-turut telah mendapat predikat sebagai kota dengan pelayanan publik terburuk se-Indonesia berdasarkan penilaian yang telah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, kondisi ini terjadi bukan tanpa sebab, ada indikasi terjadinya pelayanan publik terburuk ini karena Walikota Depok tidak mampu membuat kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat, cenderung hanya untuk kepentingan kelompoknya saja. Kedua: Kebijakan pemutasian birokrat yang dibuat hanya berdasarkan suka atau tidak suka dan tidak berdasarkan mekanisme dan prosedur melalui Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Lihat saja banyak terjadi eksodus birokrat yang pindah kedaerah lain atau pindah ke pusat, padahal birokrat yang pindah ini adalah sumber daya manusia yang handal, mereka umumnya kecewa melihat cara pemutasian yang asal comot saja tanpa mempertimbangkan prestasi dan kinerja para birokrat, sampai saat ini masih banyak birokrat yang baik dan punya prestasi tapi mereka tersingkirkan hanya gara-gara tidak sepaham, konyolnya yang dianggap sepaham justru mempunyai kinerja dan prestasi yang buruk tetapi malah dipertahankan. Pengelolaan birokrasi yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian daerah Yang di motori oleh Orang Nur Mahmudi Ismail, menjadikan BKD sebagai mesin pengupgrade pegawai jadi-jadian Pendukungnya sebagai Pejabat_pejabat baru di daerah dengan melanggar DUK Kepegawaian. Dimana Penempatan, Mutasi, Dan Rotasi Pegawai diyakini sebagai sarana menciptakan ATM bagi NMI dan kroni2nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H