Mohon tunggu...
Rizki Amalia Putri Hidayat
Rizki Amalia Putri Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa Sastra dan Bahasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Citra Feminisme Tokoh Mendut dalam Novel Roro Mendut

2 Oktober 2024   18:39 Diperbarui: 2 Oktober 2024   18:40 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
id.pinterest.com/rmohroni

Novel Trilogi Rara Mendut merupakan karya Y.B Mangunwijaya yang telah diterbitkan setelah cetakan pertamanya pada tahun 1983. Novel ini mengisyaratkan keberanian, kehormatan, dan kebebasan yang menempel pada karakter Rara Mendut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, novel ini menceritakan perjuangan gadis desa dari laut utara yang memperjuangkan kebebasan dan kehormatannya hingga akhir hayatnya. 

Novel Roro Mendut memotret kebebasan hidup gadis pantai, Roro Mendut. Hingga kebebasan itu harus berakhir ketika pihak kerajaan Pati mengetahui bahwa ia salah satu keturunan darah biru. Meski dengan perhormatan, perintah yang diemban prajurit untuk memboyong Raden Rara ke istana Pati, kepurian Pati. Dengan berat hati, Den Rara harus melepas kebebasan lautnya dan meninggalkan siwo-siwonya yang selalu ia ikut dalam berlaut. 

Kalahnya kesultanan Pati harus membawanya ke Mataram sebagai selir boyongan pertanda kemenagan kerajaan Mataram. Kemanjaan, kemewahan, dan doktrin bahwa wanita hanya boleh manut dan melayani saja jelas tidak sejalan dengan jiwanya yang mendambakan kebebasan wanita dalam segala hal. Ketidakselarasan inilah yang memunculkan banyak lika-liku kehidupan di kepurian Mataram. Hingga Tumenggung Wiraguna, tergila-gila akan sosok Rara Mendut yang begitu jelita dan molek tubuhnya. Namun, wanita pendamba dunia luar ini tentu tidak mudah ditaklukkkan. Problematika mulai bermunculan akibat Rara Mendut yang tidak mau dijadikan permaisuri Tumenggung. Ia memilih menerima denda pajak tinggi setiap harinya. Hingga, Rara Mendut dipertemukan kekasihnya, Pranacitra dan harus meninggal bersama karena melawan kehendak panglima besar Mataram. 

Kegigihan Rara Mendut dalam melawan ketidakadilan yang diberikan Wiraguna bukti bahwa jiwa Mendut mendambakan kesetaraan hidup di kalangan laki-laki dan perempuan. Perempuan tidak hanya berhak melayani suami, perempuan juga berhak berpengalaman dalam aspek kehidupan, mengecam pendidikan, dan mengutarakan pendapatnya. Tokoh Mendut menyadarkan kita akan pentingnya kesetaraan gender dalam berbagai lini kehidupan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Angka Rasa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun