Mohon tunggu...
Rizki Dwi Prabowo
Rizki Dwi Prabowo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Anak Laki-laki dari keluarga sederhana di Kalimantan Barat, kini sedang menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro Semarang Jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 2010. Aktif di berbagai organisasi & kegiatan alam terbuka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antrean 2 Tahun Lamanya, Merdekakah Kita?

17 Agustus 2012   06:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:38 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia memang luas terbentang dari sabang sampai marauke dengan gagahnya di sokong oleh keberagaman budaya dan Sumber Daya Alam yang melimpah dan kita patut bersyukur akan itu. Bangsa kita didirikan dengan semangat ke Bhinekaan yaitu 'walau berbeda-beda tetap satu' yang kemudian di konversikan kedalam 5 butir nilai-nilai, dasar-dasar atau pedoman bernegara yang kita sebut Pancasila. Dalam salah satu butir Pancasila berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. jelas kiranya bahwa keadilan menjadi salah satu aspek penting bagi berjalannya sebuah negara. Namun hingga hari ini menginjak usia 67 tahun sudah adilkah negara kita?

Dari pengantar di atas saya tidak akan berbicara dalam konteks kenegaraan yang luas, tetapi berbicara dalam konteks yang lebih sempit yaitu permasalahan keadilan di daerah dalam usia 67 tahun negara kita. Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat, mungkin sedikit asing bagi para pembaca. Sebuah kota kecil di selatan Provinsi KALBAR memiliki luas wilayah 35.809 km² dan berpenduduk kurang lebih sebesar 473.880 jiwa merupakan daerah yang kaya akan hasil alam dan tambang seperti bauksit, batu bara, kelapa sawit dan lainnya. Membaca banyaknya hasil alam di kabupaten ketapang ini jangan kira bahwa hal tersebut membawa banyak keuntungan bagi masyarakat. Yang terjadi adalah sumber daya alam sebagaiman yang di atur di dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dijelasakan, "Bumi dan air dikuasai oleh Negara, dan digunakan untuk kemakmuran rakyat", bumi dan air yang dimkasud tentu segala sumberdaya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Fakta yang terjadi Sumber-sumber alam yang ada hanya di kuasai segelintir orang saja, tentu ini tidak adil.

Salah satu fenomen ketidakadilan yang terjadi adalah langkanya BBM di kabupaten Ketapang sementara di pulau jawa 'anteng-anteng' saja. Dua tahun terkhir saya memang tidak di Ketapang karena kuliah di semarang dan hanya pulang ketika libur lebaran, namun saya selalu mengikuti pemberitan dari media online dan kabar teman-teman. Antrian BBM ini sudah terjadi sejak 2 tahun lalu, bukan baru-baru ini saja. Budaya antre memang baik, namun dalam konteks ini seharusnya tidak terjadi dalam jangka waktu yang panjang dan berjam-jam. Alhasil setiap libur lebaran saya dan masyarakat lainya 2 tahun terakhir harus antri berjam-jam di SPBU untuk mendapatkan BBM. Tak jarang keributran-keributan kecil terjadi di antara pengantri bensin, entah itu kesalah pahaman ataupun akibat ketidaksabaran pengantri. Dan pemandangan yang paling konyol adalah ditengah langkanya BBM ini masih saja terlihat truc-truc yang tidak jelas asal usulnya dengan membawa drigen-drigen besar mengisi drigenya tersebut yang entah dibawa kemana, saya menduga meraka timbun untuk keuntungan pribadi mereka. Selain itu pemandangan yang tak kalah miris yaitu ditengah panjangnya antrian masyarakat, sering kali oknum-oknum aparat dengan santainya langsung kedepan tanpa melaui antrian mengisi BBM dan parahnya lagi petugas SPBU pun mendahulukannya. Dan anehnya masyarakat pun diam saja seakan terhipnotis walau dalam hati kecil mereka saya yakin sumpah serapah ditujukan pada oknum tersebut. Hal-hal tersebut menang sekiranya harus dilawan secara kolektif karena jika individu akan sia-sia. Sunggug potret kelam di satu sudut bangsa ini.

Pemerintah seakan-akan lepas tangan, tidak ada kejelasan dari pemerintah tentang apa yang tejadi. Jika dikatakan pasokan kurang bukankah daerah lain seperti pulau jawa tidak bermasalah. Pemerintah seharusnya tegas terutama menindak mereka yang melakukan penimbunan, namun yang terjadi adalah banyak oknum aparat yang berselingkuh dengan para penimbun untuk kepentingan pribadinya. Upaya pemerintah yang terlihat hanya pada sidak kepada pedagang eceran yang beberapa lalau sempat menjual hinga kisaran 7-13 rb perliter. Jelas mental-mental bobrok para oknum ini memperpanjang maslah yang ada, Kemerdekaan yang mereka miliki dibalik seragam tersebut menghalangi kemerdekaan orang lain yaitu masyarakat.

Bagaimana bumi kalimantan yang kaya akan sumber daya alam dan tambang bahakan di Balikpapan merupakan salah satu penghasil minyak mentah terbesar di Indonesia, namun kelangkaan BBM masih saja terjadi di bumi Khatulistiwa ini. Ini sangat bertolak belakang dengan apa yang terjadi di pulau Jawa distribusi dan pasokan BBM di pulau ini tidak ada gangguan. Tentu ini menjadi bukti bahwa dalam kontes kenegaraan pemerintah kita sebagai penyelengara negara belum adil dalam pemenuhan hak-hak masyarakatnya terlebih dalam implementasi UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang dijelasakan, "Bumi dan air dikuasai oleh Negara, dan digunakan untuk kemakmuran rakyat", sebagai wujud kemerdekaan masyarakat akan pemenuhan kebutuhnyaa dalam hal ini BBM.

Enam puluh tujuh tahun sudah indonesia merdeka namun kemerdekaan itu masih belum dirasakan secara merata dari sabang sampai marauke. Masalah-masalah seperti ketidakadilan, kesejahteraan dan kemakmuran masih sangat jauh dari harapan rakyat Indonesia Hal tersebut tersebu diperparah dengan kesadaran dan kepedulian masyarakat yang masih rendah. Masyarakat memilih autis terhadap permasalahan bangsa. Jelas kiranya 67 tahun bangsa kita merdeka hanya kemerdekan secara fisik saja tetapi secara makna kemerdekaan yang sesungguhnya masyarakat masih jauh dari kata merdeka. Kita memang suadah tidak dijajah oleh bangsa asing melainkan dijajah oleh bangsa kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun