Mohon tunggu...
Rizki Risandi
Rizki Risandi Mohon Tunggu... Seniman - Seni dalam Budaya

Hallo semuanya Assalamualaikum, Artikel ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila, Selamat membaca sahabat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Antara Hoaks dan Kebebasan Berpendapat

14 November 2020   07:53 Diperbarui: 14 November 2020   07:59 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewasa ini tentu kita sudah tidak asing lagi mendengar kata "Hoaks". Ya kata tersebut sejak beberapa tahun terakhir memang sering kita dengar baik di media elektronik maupun online, surat kabar dan pemberitaan-pemberitaan di media lainnya. 

Jika kita melihat jauh ke belakang, ternyata hoax sudah masuk ke saluran sejak Johannes Gutenberg menciptakan mesin cetak pada tahun 1439 silam. Sementara itu, dalam buku berjudul Museum Hoaks, Alexander Boese menjelaskan bahwa hoax pertama yang dipublikasikan adalah almanak atau penanggalan palsu yang dibuat Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada tahun 1709. Di sisi lain menurut peneliti Lynda Walsh dalam buku berjudul Sins Against Science, hoaks sendiri merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang mulai masuk sejak era industri atau sekitar tahun 1808. Tetapi memang diyakini bahwa kata tersebut sudah muncul sejak ratusan tahun sebelumnya. 

Namun, di Indonesia sendiri hoaaks sering muncul dalam suatu momen atau peristiwa tertentu, seperti saat masa kampanye pemilihan kepala negara/daerah ataupun peristiwa-peristiwa yang dianggap tidak biasa seperti fenomena alam dan kejadian-kejadian lainnya. Tentu saja tujuan dari dimunculkannya berita tersebut untuk menipu atau mengakali setiap orang yang mengkonsumsinya agar mempercayai sebuah narasi pada berita tersebut, padahal si pembuat hoaks tersebut juga tahu bahwa beritanya palsu alias sebuah kebohongan. 

Memang kita tahu berbicara mengenai penyebaran informasi berarti kita juga berbicara atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang merupakan hak yang dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia. Tentunya hal ini seharusnya menjadi sebuah kebahagiaan bagi kita mengingat persoalan ini merupakan sesuatu yang sulit untuk dicapai dan memerlukan perjuangan panjang untuk merealisasikannya. 

Namun, nampaknya yang terjadi pada kenyataannya justru malah sebaliknya, banyak permasalahan mengenai hal ini yang bermunculan dan seringkali berujung pada keributan di tengah masyarakat. Tentu semua itu diakibatkan adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi ini, mereka jadikan ini sebagai topeng dan tameng untuk menyebarkan berita atau informasi yang tidak berdasar yang disebut hoaks tadi untuk menggiring opini publik. Hal ini tentu membuat keberadaan kebebasan berpendapat dan berekspresi seakan menjadi bumerang. Yang mana ketika tujuan awalnya untuk membuat masyarakat menjadi lebih baik, justru malah masalah baru lahir dan semakin membuat rumit. 

Masalah ini sering muncul dan mudah kita jumpai di media sosial. Pesatnya arus informasi dan kemudahan akses teknologi informasi membuat masyarakat lebih mudah untuk mencari, membuat dan menerima informasi yang belum tentu kebenarannya tanpa menyaring dari mana sumber informasi tersebut. Nyatanya memang Indonesia merupakan salah satu negara paling demokratis di dunia, yang mana tentu kebebasan berpendapat setiap warganya pun telah diatur dan dilindungi dalam Undang-Undang. Oleh karena itu, setiap warga negara bebas menyampaikan aspirasinya selama masih dalam dalam koridor hukum dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah sosial masyarakat. J

ika diperhatikan, ada begitu banyak kejanggalan yang terjadi dalam hal ini. Mengapa hoaks masih saja dan terkesan mudah tersebar dimana-mana, tetapi kebebasan berpendapat justru semakin terancam?

Dari data Kemenkominfo mencatat sejak Agustus 2018 hingga April 2019 ada 1.731 hoaks yang menyebar lewat berbagai platform online, dengan jumlah kasus hoax terbanyak pada April 2019 yaitu 486 hoaks. Hasil ini tentu sangat erat pada kenyataannya bahwa bulan tersebut merupakan bulan diselenggarakannya pemilu serentak di seluruh Indonesia. Juga kini di tengah semakin merebaknya pandemi Covid-19 ternyata penyebaran hoaks tidak menunjukan tanda-tanda penurunan, tercatat hingga 5 Mei 2020 Kominfo menuturkan berdasarkan hasil pantauan Tim AIS Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, menunjukan 1.401 konten hoaks dan disinformasi Covid-19 beredar di masyarakat.

Dari jumlah tersebut, diantaranya jumlah konten isu hoaks yang ditemukan di Facebook sebanyak 999, di Twitter sebanyak 375, di Instagram sebanyak 17 dan di YouTube sebanyak 10 isu hoaks. Data terbaru hasil pantauan Tim AIS Ditjen Aptika hingga 5 Agustus 2020, terdapat 1.016 informasi menyesatkan atau disinformasi dan hoaks mengenai Covid-19 yang beredar di website, media sosial, dan pesan instan. 

Diantara dari kasus hoaks yang terjadi selama masa pandemi Covid-19 tadi contohnya seperti penyebaran video satu keluarga di Kecamatan Medan Denai yang disebut diusir dari rumah kontrakannya dan sudah tidak makan berhari-hari karena wabah Covid 19 dan penyebaran pesan berantai mengenai dua kakak beradik yang katanya terjangkit Covid-19 di daerah Tangerang setelah mereka kembali bermain di luar rumah. Setelah diusut, tidak ada yang benar-benar terbukti secara jelas dan telah di konfirmasi oleh Kominfo bahwa konten-konten tadi merupakan berita bohong atau hoaks.

 Tentu saja kita sudah sangat lelah mendengar hoaks yang terus bermunculan dari hari kehari, tetapi sayangnya oknum-oknum penyebar hoaks tersebut tidak akan semudah itu berhenti dan mengakhiri perbuatannya. Salah seorang pengamat TIK dari CISSRec bernama Pratama Persadha menuturkan bahwa maraknya hoaks ini disebabkan oleh para buzzer yang memiliki tujuan untuk menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Ujungnya, ia menduga ada unsur politis dalam merebaknya hoaks corona ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun