Malam telah mengantarkan seorang pejalan menuju kepulangan.
Dia mengayuh sepeda menuju salah satu ingatan yang tak dibiarkannya berdebu, oleh angan-angan baru.
Digoreskannya keringat pada cabang udara dingin yang pekat, tak tersentuh pada damai orang yang berbahagia; dalam malam-malam penuh cinta, di ujung kamar lantai dua puluh tiga.
Karung kusut menapaki dirinya ke dasar jalan raya, tempat orang mengarungi rindu akan kesenyapan.
Gamang kegelapan bermuara dalam pelupuk ingatan, bersama muasal yang sama, dia tertegun pada bayangan istrinya yang kini telah habis termakan usia.
Akhirnya dia berbaring di depan toko, mengenakan baju lusuh yang dilumuri basah keringat dingin sekujur tubuh. Dia terpaku pada kesendirian yang tak kunjung padam, kesepian tiada ujung. Dia hanya berenti untuk sementara waktu, untuk sekedar duduk rapi dalam penghakiman paling sunyi.
Di bawah bayangan sinar bulan, dia khawatir malam ini akan menjadi malam yang panjang.
Di bulan kelima, hari kesembilan.
Pada tahun-tahun penuh penghancuran.