Semuanya nampak normal, begitupun dengan kabar ini; kabar yang tak satupun orang mengerti, hingga dasawarsa ini, tak satupun kunjung yang menatap tuk menetap.
Semuanya nampak lumrah; hanya saja aku gelisah: kepada kalah dan marah, aku memelas pada pasrah.
Mereka berdoa di ujung petang: ya Gedung yang maha tinggi, Jalan yang maha besar, Udara yang maha kotor, dan Keramaian yang tergesa-gesa, tunjukkanlah kami sore yang lelah, hingga kami bisa pulang ke rumah tanpa pernah dirundung keterasingan; kami adalah tumpukan hujan yang tiap hari ditampar kesenyapan.
Kupanggil namamu dengan parau suara; tak pernah terdengar, terhapus kerumunan.
Aku curiga: jangan-jangan masa kini diselesaikan di jalan raya, yang dipenuhi rasa tergesa-gesa; jangan-jangan kau salah satu di antara mereka, menjauh dari ambang kita berdua. Kuharap kita tidak lupa, kepada aksara yang pernah diungkapkan; menjauh dari keindahan yang dipalsukan. Kini dan kita, ada di dekade sia-sia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H