Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Satu Waktu

28 Januari 2020   19:05 Diperbarui: 28 Januari 2020   19:05 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inilah waktu, telah lelah bersusah payah; pada deru angin yang menggebu dan perasaan yang tak menentu. Kita ulas kehidupan ini di bawah senja abu-abu, ruang kelabu dan delusi sendu, pada warna-warna yang semakin pudar oleh waktu.

Ayolah, kita nikmati perasaan hingga di ujung waktu, menelusuri lorong-lorong kalbu; berharap satu, mungkin satu-satunya, sebagai harmoni yang indah; tatkala dua mata memandang, ke manakah letak perpisahan yang kita takutkan?

Kita adalah dua insan yang sedang dilanda tak pamrih pada asa yang tak berujung, upaya memberi tanpa mengasihani, mengafirmasi tanpa menoleransi, dan mencintai tanpa memiliki. Kita menulis kisah panjang pada lembaran kertas yang hampir usang, terduduk bosan di sebuah kursi panjang penuh pengharapan; membayangkan sesuatu yang indah di ujung gelap sana, mencerca gelisah dan amarah demi rangkaian angan yang kita impikan. Sejauh ini, kita tak lagi peduli dengan ungkapan perpisahan; yang mungkin suatu waktu membuntuti kita dan mengutuk kita menjadi sesosok yang asing namun saling mengenal; enggan bertatap namun hati terikat; lidah berdusta namun mata memandang jiwa, kita berdua.

Jikalau nanti kisah ini berujung indah, aku tak ingin lagi mendustai waktu yang menghujam rinduku untuk menuntut sebuah ikatan; namun jikalau nanti kisah ini berujung perpisahan, aku ingin kita tetap bertahan pada waktu yang tak pernah berhenti, terbuai kebisuan; janganlah kita bunuh perasaan sebagai suatu keharusan. Perpisahan tak melulu tentang pemulangan, ataupun kehilangan. Kita tetap utuh, sediakala, seperti waktu awal kita berjumpa. Jangan kau hunus asmaraku padamu menuju liang kebinasaan; menyentuh palung terdalam. Merawat ingatan adalah jalan akhir sebuah penuntasan tanpa harus merasa kehilangan.

Demikianlah kehidupan akan terus terlahir, mengalir, tumbuh, dan berkembang dengan pasti; hingga kedua pilihan tadi, kuharap kita takkan pernah mengharapkan apa-apa; takkan pernah mengkhawatirkan apa-apa. Sebab, aku dan kau tidak saling memiliki cinta; namun saling mencintai, sebagai proses afirmasi, keterbukaan, perkembangan, pertumbuhan, dalam kehidupan yang hanya terjadi sekali.

Aku mengandai jauh sebelum abad menghabisiku.
Menjelang tahun di dalam bulan yang menghiasi hari dalam satu waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun