Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Sebuah Ilusi Handai Tolan

19 Januari 2020   11:34 Diperbarui: 19 Januari 2020   19:15 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya Jean Jullien. Sumber: pinterest.com/kittylee0203/jean-jullian

Sebagai keniscayaan, kita adalah tempat di mana manusia saling mencintai, saling bertukar sapa, saling memandang, memerhatikan, dalam suatu ikatan; tanpa pikir panjang, kitalah satu keluarga besar dalam lingkup yang luas, berusaha memperbaiki ingatan yang membekas. 

Kepada kenangan dan puing-puing adegan, kegiatan, kebersamaan yang pernah kita semayamkan; demi keberadaan dan kehadiran.
Kita berjumpa pada kemegahan, modernitas semesta beberapa tahun berselang. 

Kepada harapan yang dulu diperjuangkan; kepada teman seperjuangan, sepermainan; kepada ikatan yang pernah kita ikrarkan; pendeklarasian pertemuan melalui medium keangkuhan; demi kepentingan personal dan keseakanan. Kita, dunia, bahwasanya kita sedang bersama lagi, membentuk solidaritas, loyalitas yang tinggi; namun kita hanya menjumpai sebuah ilusi.

Kita bagaikan sekumpulan binatang jalang yang telanjang di sebuah kandang. Kita merayu, kita merangkul, kita mesra, di dalam benih-benih media; angkatlah pertemanan kita; kita harapkan ungkap dalam sekat berupa komentar; dengan simbol ucapan pergaulan; bahasa keseharian, kehidupan yang mati dan terkubur dalam kesia-siaan. Apa yang kita cari? Kita terlampau dekat, namun kita merasa sangat jauh, jauh, seperti sepeda yang kita kayuh; demi jarak yang kita tempuh; meneteskan peluh dan terus menerus mengeluh.

Kita tertindas di bawah pengaruh; kita menghadap budaya populer dengan patuh. Kita bukan sedang memikirkan apa yang pernah kita impikan; kita bukan sebuah kumpulan dengan beragam cerita baru yang menyenangkan; kita berbeda dan menjengkelkan; kita hadir sebagai satu-satunya keterangan, sebagai satu kisah yang pernah kita kenangkan.

Demi masa, aku ingin kembali merasakan kenangan yang pernah tertuliskan, tanpa harus mendekam dalam bualan angan-angan. Kita adalah realitas; bukan pertemanan dan keseakanan dalam ruang-ruang khayalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun