Belakangan ini telah hadir perjuangan kelas yang dipelopori oleh mahasiswa di berbagai kota di Indonesia. Hal ini menandakan bahwa keadaan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.Â
Perjuangan ini hadir setelah beberapa permasalahan negeri muncul dewasa ini, seperti kebakaran hutan di Kalimantan dan polusi udara di Riau. Kemudian berlanjut pada revisi undang-undang kontroversial dengan poin-poin yang dianggap 'ngawur'.Â
Lantas mahasiswa di berbagai kota memulai sebuah gerakan dengan semangat reformasi untuk menyelamatkan negeri dan misi reformasi dengan mengangkat isu serta membawa nama rakyat sebagai tombak perlawanan. Tentu kita bisa menduga bahwa pergerakan ini didasari pada keresahan rakyat dengan keadaan negara ini.
Perjuangan ini adalah perjuangan kelas, namun bukan hanya menjadi perjuangan milik kelas mahasiswa, namun semua elemen dari masyarakat. Pergerakan kali ini memiliki tujuan utama, yakni tujuh poin tuntutan dalam aksi massa tersebut. Perubahan tidak akan terjadi jika tidak adanya suatu desakan untuk melakukan sebuah perubahan secara revolusioner dan menolak segala keputusan sepihak yang tidak melibatkan publik dalam memutuskan sesuatu.Â
Para aktivis telah berupaya untuk mengambil resiko secara disipliner dengan mendesak pemerintah membuka dialog dengan para mahasiswa sebagai perwakilan suara-suara dari mereka-mereka yang tidak sempat didengarkan. Perjuangan kelas harus tetap berada pada kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan politik.
Kedua instansi atau rival panas pada panggung politik memang sedang bergejolak kali ini. Jangan pernah menganggap suatu instansi memihak kepada rakyat. Mereka yang mengaku berpihak kepada rakyat pada saat-saat panas seperti ini hanyalah dalih untuk menunggangi aksi massa demi kepentingan politik mereka, sehingga potensi kemungkinan yang terjadi adalah chaos dan arah tujuan semula berubah total.Â
Sebagai agen perubahan, mahasiswa harus berdialektika dalam melihat berbagai situasi yang sedang buruk ini. Jangan biarkan tuntutan rakyat berubah hanya karena tercampur oleh suatu hal yang bersifat politis.
Aksi aliansi rakyat bergerak harus memiliki dasar-dasar dan kajian isu yang dilakukan saat konsolidasi secara mendasar dan bersifat obyektif. Kalaupun pada akhirnya terjadi gesekan atau kekerasan, pastikan hal itu karena hak-hak kita dan rakyat sedang dihalangi oleh aparat yang represif, bukan karena fantasi kosong seorang tukang rusuh.
Kita bisa melihat aksi demonstrasi mahasiswa untuk memberikan tekanan-tekanan politik pada rezim Soekarno di periode 1965-1966, dan aksi mahasiswa pada masa orde baru untuk menggulingkan rezim Soeharto pada 1998. Ingat! Misi kita berbeda dengan masa itu. Masalah yang diangkat pada era reformasi adalah masalah tunggal, yakni penggulingan rezim Soeharto serta menuntut untuk mengembalikan nuansa demokrasi. Sedangkan masalah yang diangkat sekarang lebih kompleks. Misi kita di sini adalah menuntut adanya suatu penolakan terhadap sistem yang tidak berpihak pada rakyat, bukan penggulingan rezim Jokowi.Â
Perjuangan kelas ini juga harus didasarkan pada perjuangan moral yang murni, bukan untuk memperjuangkan misi liberalisasi yang bertolak belakang dari amanat reformasi. Janganlah kita memperjuangkan hak namun kita sendiri bersifat imoral, tidak memperhatikan kode etik kita sebagai kaum intelektual, dan memperjuangkan hak-hak yang memang bertolak belakang dari prinsip demokrasi.Â
Kita harus bergerak dengan prinsip-prinsip dasar yang idealis dan konsisten pada tujuan awal, menjauhi provokasi yang berpotensi menjauhkan kita dari tujuan awal aksi massa, serta secara kolektif memiliki dasar pergerakan dan pemikiran yang sama, demi keberhasilan perubahan sistem secara mendasar dan revolusioner. Semua perubahan ada di tangan kita sebagai generasi baru.