Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Benarkah Pikiran dan Akal Manusia Tidak Cukup Mampu untuk Mengenal Tuhan?

2 Juli 2019   02:07 Diperbarui: 28 Juni 2021   18:28 2306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pikiran dan Akal Manusia Tidak Cukup Mampu untuk Mengenal Tuhan (unsplash/alex-block)

Mungkin ini yang akan membuat saya berpikir, dan tentunya juga menghasilkan pola pikir saya. Ini adalah cerita saya, cerita olah pikir dari sebagian buku yang saya baca, dari serangkaian kalimat dan pikiran orang orang terkemuka, mengumpulkan energi dari dalam diri melalui perenungan dan tentunya akan dibagikan sedikit opini dari pendapat saya untuk kalian para pembaca.

Sebelumnya, saya adalah orang yang selalu hidup dalam pencarian, merasa asing di tengah keramaian, merasa bahwa hidup saya ini aneh, bahkan hidup orang lain dan juga kehidupan alam semesta. Saya adalah orang yang sedikit introvert, tapi juga bisa berinteraksi dan berkumpul layaknya ekstrovert, hanya saja setelah itu saya selalu butuh waktu untuk sendiri. 

Saya adalah seorang islam, walaupun islam saya belum sepenuhnya islam, namun saya menjalani ibadah sesuai dengan ajaran islam, walaupun dalam hati dan pikiran saya selalu berkecamuk tentang sebagian besar pertanyaan yang selalu dijawab orang dengan tidak memuaskan. 

Baca juga : Mengenal Tuhan Melalui Ciptaan-Nya (Weemar Aditya)

Ketika saya bertanya, entah itu melalui percakapan langsung atau diskusi, baik secara empat mata, kelompok ataupun online, selalu dijawab dengan, "Hanya Allah yang tahu". Apakah akal manusia tidak cukup mampu untuk mengenali Tuhan yang telah menciptakan akal itu sendiri?

Pada artikel yang sebelumnya, saya sudah membahas tentang kehidupan yang seringkali dirasa tidak adil bagi manusia. Memang, tapi mereka yang tunduk pada kehidupan, memilih bersabar dan terus bersabar, juga tidak mau merepotkan dirinya sendiri untuk berusaha mencari jalan keluar dan mencari celah kemungkinan pada ruang ketidakmungkinan. Mungkin bagi kalian yang belum membacanya, bisa mampir pada artikel saya yang sebelumnya, hehe.

Kita tidak bisa memilih akan lahir seperti apa, dalam kondisi bagaimana, dari suku, ras dan agama apa. Kita juga tak mengerti, jauh-jauh sebelum kehidupan alam semesta beserta sejarah barunya yang terus terlahir, apakah ruang angkasa hanyalah sebuah ruang kosong yang hitam, hampa dan semu? 

Apakah surga dan neraka telah diciptakan terlebih dahulu sebelum alam semesta diciptakan? Saya tahu, pertanyaan ini hanyalah sebagian kecil dari pertanyaan-pertanyaan lain, tapi pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan yang dijawab dengan, "Hanya Allah yang tahu". Bagaimanapun juga saya tetap yakin bahwa manusia bisa mengenal Tuhan menggunakan akalnya. 

Baca juga : Mengenal Tuhan dengan Merenung Berpikir dan Ilmu-ilmu Dunia

Jika ada orang yang berpendapat mengenai agama, saat ini saya hanya mencoba mengenal Tuhan menggunakan akal, dan bukan menggunakan pendekatan keagamaan.

"Sebagian orang meminta agar saya berpikir dalam batas-batas Tauhid, sebagai konklusi globalitas ajaran islam. Aneh, mengapa berpikir hendak dibatasi. Apakah Tuhan itu takut terhadap rasio yang diciptakan oleh Tuhan itu sendiri? 

Saya percaya pada Tuhan, tapi Tuhan bukanlah daerah terlarang bagi pemikiran. Tuhan ada bukan untuk tidak dipikirkan 'adanya'. Tuhan bersifat wujud bukan untuk kebal dari sorotan kritik" (baca "Pergolakan Pemikiran Islam" catatan harian Ahmad Wahib).

Sumber: https://gambartop10.blogspot.com/
Sumber: https://gambartop10.blogspot.com/

Banyak sekali seorang sekuler yang mengaku tak beragama, namun dia mempercayai adanya Tuhan. Ada juga seorang ateis, yang selalu saja mengumpulkan argumen tentang ketuhanan bahwa sebenarnya Tuhan itu tidak ada. 

Aneh, mengapa ateis itu berusaha mencari-cari argumen yang berdasar untuk memukul balik argumen orang beragama dan percaya Tuhan. Itulah yang dia sendiri tidak tahu, bahwasanya akalnya selalu mencari celah dan berusaha mencari cara agar dia tidak percaya Tuhan, padahal secara tidak sadar ia selalu memikirkan Tuhan.

Sebaliknya, seorang sekuler memang percaya pada Tuhan, tapi dia tidak percaya pada agama. Menurut beberapa buku dan artikel yang saya baca, seorang sekuler tidak percaya pada agama karena menurutnya agama hanyalah sebuah akar dari semua permasalahan di dunia, mulai dari sikap egoistis, merasa paling benar dan rasa saling tidak menghargai karena beragamnya agama di dunia. 

Bisa juga karena agama hanya dijadikan sebuah alat untuk melakukan penindasan dan akar permasalahan dari bencana kemanusiaan. Dalam bahasa Sansekerta, "a" berarti tidak, "gama" berarti kacau. Agama berarti "tidak kacau". Tapi nyatanya, kehidupan agama di dunia selalu saja memiliki masalah, yang mungkin permasalahannya berawal dari sikap yang tadi saya sebutkan di atas. Jadi, bukan agamanya yang salah, tapi orang-orangnya yang salah.

Baca juga : Man Arofa Nafsahu, Faqod Arofa Robbahu; Siapa Mengenal Dirinya, Akan Mengenal Tuhannya

Ketuhanan dan keagamaan adalah hal yang berbeda. Tuhan adalah sasaran dari peribadatan umat beragama. Tuhan juga sasaran pemikiran orang-orang ateisme, dan tentunya semua golongan manusia. Lalu untuk apa Tuhan menciptakan semua makhluk-makhluk ini jika memang Dia maha besar? Dalam Sains, sesuatu yang ada berasal dari ketiadaan. Nah, apakah eksistensi Tuhan itu berasal dari ketiadaanNya juga? Lalu sejak kapan Tuhan itu ada?

Saya berpikir, bagaimana kehidupan ini bisa terjadi? Bagaimana bisa Tuhan yang tidak bermateri menciptakan sesuatu hal yang bersifat materil? Ketika saya terlalu banyak berpikir, bahkan sebelum tidur sekalipun, seringkali saya merasa pening. Pertanyaan yang paling kontroversial dalam pikiran saya sendiri adalah "Sejak kapan Tuhan itu ada?" Setelah banyak berpikir, saya memutuskan bahwa "Tuhan ada sebelum kata 'kapan' itu ada".

Bagaimana saya bisa berpendapat sendiri? Hal yang paling luput dari bayangan saya adalah tentang pikiran. Pikiran tidak bisa dilihat, tidak bisa diraba, tidak bisa disentuh, hanya bisa dirasakan dan diketahui fungsinya. Begitupun dengan Tuhan. Tuhan tidak bisa dilihat, tidak bisa diraba dan lain-lain, hanya bisa dirasakan kehadirannya ketika kita bisa merasa tenang, atau terpuruk sekalipun.

Saya memikirkan bagaimana saya bisa berpikir. Bagaimana bisa saya terbentuk sedemikian rupa, dengan mata, tangan, kaki, usus, tulang dan lain-lain. Sungguh luar biasa fenomena kemanusiaan ini. Tapi manusia bukanlah makhluk yang sempurna. Katanya, kesempurnaan hanyalah milik Tuhan semata. 

Setelah saya berpikir, memang, kata "tidak sempurna" hanya ada karena adanya sesuatu yang "sempurna". Bagaimana mungkin sesuatu yang tidak sempurna bisa menyebut sesuatu hal itu "sempurna"? Maka, ketidaksempurnaan hanya bisa ada karena sesuatu hal yang sempurna. Benar begitu, Kawan?

Kita bisa memikirkan tentang alam semesta beserta seisinya, dengan penemuan-penemuan yang merubah jalan peradaban menuju dunia modern, pemikiran-pemikiran dan penemuan-penemuan para cendekiawan, para ahli filsafat, ilmuwan, dan para intelektual yang mencoba membuat sesuatu menjadi baru. 

Sesuatu yang akan menjadi baru itu berasal dari mana? Apakah sesuatu itu bisa menciptakan dirinya sendiri? Semua yang ada di dunia ini memang aneh, dan keanehan itu hanya milik Tuhan. Semua yang ada bisa dimanfaatkan oleh akal manusia agar menjadi sesuatu yang lebih baru. Bahkan, sesuatu materi terburuk yang ada di dunia pun pasti memiliki fungsi. Tidak ada yang tidak berfungsi di dunia ini. Tentang akal manusia yang "sempurna" ini, bagaimana bisa ada? 

Bagaimana insting, perasaan, imajinasi dan logika itu bisa ada? Tentunya kita akan kembali pada titik tolak di mana Tuhan yang menjadi awal dari semua awal yang ada. Jika ada manusia yang menciptakan suatu pembaharuan, baik itu melalui pemikiran maupun penciptaan sesuatu karya, baik karya seni, sastra dan lain sebagainya, hal itu sangat tidak bisa disamakan dengan penciptaan dari Tuhan. 

Pada esensinya, manusia hanyalah ahli pengembang dari segala sesuatu yang telah ada. Sesuatu yang telah ada itu pasti tidak bisa muncul atau berdiri atas inisiatifnya sendiri. Sesuatu yang ada itu pasti telah diciptakan oleh sesuatu zat yang tak terbatas, tak terkira, yang terlampau jauh untuk bisa diakalkan manusia. Di mana saya berpikir, jauh sebelum saya sempat memikirkan, Tuhan telah membuat atau membiarkan pikiran saya selalu bertanya-tanya tentangNya.

Segala fenomena yang ada di dunia, segala keindahan dan daya imajinasi yang tinggi, dapat diketahui setelah saya memutuskan bahwa sang maha imaji tersebut adalah Tuhan itu sendiri. 

Kau sungguh membuat manusia untuk menggunakan akalnya bagi kehidupan alam semesta, mungkin karena inilah Engkau menciptakan akal bagi manusia, agar manusia dapat berpikir dan mencoba mendekatkan diri dengan perasaan yang gundah dan hati yang resah, seraya mengucap dan menyembah, bersyukur atas apa yang telah ada, membuat kehidupan ini berliku-liku, terlampau jauh akal saya mencoba memahami Sang Pencipta. Sang Pencipta, saya mulai mengenalMu lewat akal yang telah Kau ciptakan.

Ketika kita memikirkan mengapa kita dapat menggunakan alam pikiran kita untuk sesuatu hal yang ada di dunia, di situlah kita bisa mendapatkan jawaban tentang Tuhan, yang mana sesuatu yang luar biasa hanya dapat terjadi karena suatu penciptaan Sang Kuasa, bukan karena pikiran itu tercipta dengan sendirinya melalui ketidaksengajaannya.

Tuhan menciptakan sebuah ketidakmungkinan, sehingga apa yang kita anggap mungkin sekarang ini adalah sebuah ketidakmungkinan pada awal penciptaanNya. Dengan berpikir, saya yakin kita sebagai manusia bisa mengenal Tuhan dan memahami filosofinya, walaupun sedikit dari ketidakterbatasnya Sang Maha Kuasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun