Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pentingnya Etika dan Pola Interaksi dalam Suatu Lingkup Pertemanan

21 Juni 2019   06:45 Diperbarui: 23 Juni 2019   01:28 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: insider.com

Sejak dulu kita dituntut oleh lingkaran pergaulan untuk menjadi orang lain agar diterima secara kelompok. Kita mencoba lari dari prinsip diri sendiri agar dapat bergaul secara luas dan melihat sisi pertemanan dari segi kuantitas.

"Kamu adalah hasil rata-rata dari lima orang terdekatmu", kata seorang pengusaha Amerika, penulis sekaligus motivator, Jim Rohn.
Saya menganalisa perkataan beliau. Pertemanan memang mempengaruhi daya berpikir dan perbuatan kita. Tapi bukan berarti kita adalah semata-mata hasil rata-rata dari pengaruh teman tersebut karena kita sendiri yang menentukan apa yang akan atau sudah kita perbuat dan lakukan serta hasilkan. Kesimpulannya ada pada diri kita sendiri, dan prinsip harus tetap dijaga. Maka saya sedikit setuju dengan perkataan Jim Rohn tersebut.

Tidak semua lingkaran pertemanan itu supported. Terkadang kalian hanya hadir sebagai "badut", bahan candaan dan hinaan. Selama hal tersebut tidak apa-apa dan tidak berpengaruh apapun pada hidup dan suasana hati kalian, maka hal itu fine-fine saja. Tapi kalau di dalam hati kalian ada rasa sakit yang mendalam, pikiran kalian terbesit suatu hal yang tidak menyenangkan namun kalian tetap membohongi diri sendiri, maka tinggalkan saja. Terkadang bercanda dan selera humor orang memang menyakitkan. Jika bahan candaan itu berlangsung setiap kalian melakukan pertemuan dan kalian tetap sama seperti yang dulu, maka kalian berhak memilih lingkup pertemanan apa yang kalian inginkan. Bukan kalian ingin memilih, atau selective dalam suatu pertemanan, namun kalian juga manusia yang butuh suasana pertemanan yang kondusif untuk memperbaiki diri sendiri juga.


Dalam hal bercanda pun harus ada batasnya, jangan sampai merusak suasana hati dan pikiran orang lain agar tetap terjaga suatu lingkaran pertemanan yang sehat. Bagaimanapun juga pikiran tidak bisa membohongi kita bahwa sebenarnya kita sendiri yang terbebani dengan ungkapan atau candaan yang ditujukan kepada kita. Hati juga tak mampu menahan rasa sakit ketika kata-kata teman yang menyakitkan memasuki pikiran hingga berpengaruh pada suasana hati. Hati yang berantakan akan memicu suasana psikologis kita, hingga akhirnya akan menimbulkan rasa yang tidak wajar dan larut dalam arus yang negatif.

Tidak selamanya berkumpul bersama teman itu harus bercanda terus. Terkadang kita harus berbagi ilmu, saling berdiskusi agar bermanfaat di kemudian hari. Jadikan bercanda sebagai sambilan agar suasana tidak selamanya monoton dan membosankan. Semakin dewasa dan seiring berjalannya waktu, pertemanan tidak lagi masuk dalam aspek kuantitatif, tetapi harus lebih kepada aspek kualitatif.

Dalam suatu perkumpulan pertemanan itu pasti ada yang sharing-sharing tentang pengalaman dan arti hidupnya. Tetapi kebanyakan hanya ingin bercerita, namun tidak mau mendengar. Yang dimaksud pada tidak mau mendengar di sini lebih menekankan pada sikap yang acuh, atau tidak terlihat baik pada saat mendengarkan. Interaksi yang demikian bisa membuat ego seseorang untuk menguasai tema pembicaraan, sehingga salah satu orang yang tidak didengarkan tersebut tidak lagi bisa berbagi apa yang berhak atau ingin ia bagikan.
"Orang memerlukan dua tahun untuk belajar berbicara, tetapi lima puluh tahun untuk belajar tutup mulut", kata seorang novelis, pengarang cerita pendek serta wartawan dari Amerika, Ernest Miller Hemingway.
Mendengar dan mendengarkan itu adalah suatu persamaan di dalam sebuah perbedaan yang jauh. Dari sini saya menyimpulkan bahwa mendengarkan adalah aspek yang lebih penting dan rumit untuk dipelajari. Kebanyakan orang hanya ingin terus berbicara tentang segala pengalaman hidupnya, atau pembicaraannya mendominasi waktu yang ada sehingga orang lain tidak diberi ruang yang cukup untuk mengelak dan memberi masukan serta tidak terjadi timbal balik yang adil. Ini tidak bisa dikatakan sharing pada sebuah interaksi, tetapi malah bisa disebut guru yang sedang mendongengi anak muridnya. Terlebih lagi kebanyakan orang yang hanya ingin bercerita tersebut, ketika waktunya mendengarkan malah bersikap seolah tak peduli dan acuh. Dapat dilihat dari sikapnya yang --misalnya-- tidak mendengarkan dengan seksama, atau bahkan tidak mempedulikan temannya sama sekali. Mungkin ini adalah masalah etika dan moral seseorang yang sudah menjadi kepribadian karena pendidikan psikologisnya yang kurang baik.

Suasana pertemanan yang supported akan membawa kita pada kepribadian yang lebih baik dan akan berpengaruh pada perkembangan kita sendiri. Selain menambah wawasan, interaksi sesama teman bisa dijadikan pelajaran yang berharga jika kita bisa atau lebih banyak mendengarkan. Apalagi dalam kehidupan yang serba modern ini, kebanyakan dari kita sibuk dengan ponselnya masing-masing, sehingga suasana kekeluargaan dalam lingkup pertemanan tidak "solid" seperti jaman dulu lagi. Kepedulian kita terhadap hal-hal yang mencakup segala aspek kehidupan sudah tidak ada lagi yang dapat menyebabkan rasa ketidakpedulian kita terhadap suatu perkembangan jaman.

Etika dalam pertemanan dan interaksi sosial itu sangat penting dalam membentuk pola pikir kita. Pola pikir yang positif akan membawa energi dalam diri untuk berkembang ke arah yang lebih baik lagi. Suasana yang tidak mendukung tadi bisa ditengok kembali dan kita renungkan sejenak, bahwa dalam sebuah lingkaran pertemanan, etika harus tetap dijaga agar lingkup pertemanan berjalan lebih baik guna memperbaiki diri sendiri. Selain hanya bercanda saja, ada baiknya kita mendominasi suatu interaksi dalam tali pertemanan dengan suatu hal yang lebih berguna pada kehidupan manusia, karena bagaimanapun juga kehidupan akan terus maju dan berkembang, sesuai dengan pola kehidupan individu kita masing-masing. Semoga kita semua bisa bermanfaat bagi orang lain mulai saat ini dan pada masa yang akan datang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun