Mohon tunggu...
Rizki amalia
Rizki amalia Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S2 Teknologi Pendidikan Unesa

Saya adalah pribadi yang menyukai belajar dan tantangan, terutama yang berkaitan dengan hal-hal baru. Memiliki ketertarikan dengan bidang perkembangan teknologi dan pendidikan serta anak-anak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Guru Fasilitator Andal di Era Digital: Menimbang Untung Rugi Kecerdasan Buatan (AI) dalam Pendidikan

29 Desember 2024   07:50 Diperbarui: 29 Desember 2024   07:50 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dunia pendidikan terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, terlebih di era digital saat ini membawa perubahan yang sangat signifikan. Salah satu fenomena yang menarik perhatian adalah munculnya Kecerdasan Buatan (AI) yang menawarkan berbagai peluang dan tantangan. Di tengah perkembangan ini, peran guru sebagai fasilitator pembelajaran justru semakin krusial. Bagaimana guru dapat beradaptasi dan memanfaatkan AI secara bijak?

Peran Guru Bergeser Menjadi Fasilitator

Dahulu, guru sering dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi di kelas. Di mana siswa lebih banyak mendengar dan menyimak pembelajaran dari bangku secara pasif. Namun, di era digital ini, informasi bertebaran di mana-mana, sangat mudah didapatkan di mana pun, kapan pun, dan dalam kondisi bagaima pun selama memiliki jaringan internet. Kenyataan tersebut membuat peran guru kini bergeser menjadi fasilitator, yaitu menjadi sosok yang memandu siswa dalam menyelami lautan informasi, membantu mereka memilah, mengolah, dan memahami informasi tersebut. Guru bertugas menciptakan lingkungan belajar yang interaktif, mendorong siswa berpikir kritis dan kreatif, serta memberikan bimbingan personal. Singkatnya, guru dituntut untuk membekali siswa dengan kemampuan belajar yang relevan dengan abad ke-21.

Untuk menjalankan peran ini, guru perlu menguasai berbagai keterampilan, seperti literasi digital, kemampuan menggunakan teknologi dalam pembelajaran, serta kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi secara online. Guru juga dituntut untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat.

AI: Pedang Bermata Dua dalam Pendidikan

Kehadiran AI dalam dunia pendidikan bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, AI menawarkan berbagai manfaat yang luar biasa. Misalnya, AI dapat menciptakan personalisasi pembelajaran, yaitu menyesuaikan materi dan metode dengan kebutuhan individual siswa. Platform adaptive learning adalah salah satu contohnya, seperti Khan Academy, Duolingo, dan Quizlet. AI juga dapat memudahkan tugas-tugas administratif guru, seperti membuat perencanaan pembelajaran yang cepat, materi dan lembar kerja siswa yang menarik, penilaian tugas dan pembuatan laporan, sehingga guru dapat lebih fokus pada interaksi dengan siswa selama proses pembelajaran.

Selain itu, bagi siswa AI mempermudah akses informasi, membantu mencari dan mendapatkan sumber belajar yang relevan dengan cepat dan efisien. Pembelajaran berbasis game (gamifikasi) yang didukung AI juga dapat membuat proses belajar lebih menarik dan interaktif. Bahkan, AI dapat menganalisis data pembelajaran untuk memberikan feedback yang lebih personal dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan. Hal ini tentu menciptakan pengalaman belajar yang lebih kaya dan menyenangkan.

Namun, di sisi lain, AI juga membawa tantangan yang besar bagi dunia pendidikan. Salah satu kekhawatiran utama yang muncul adalah potensi hilangnya interaksi manusiawi yang penting dalam proses pembelajaran. Interaksi sosial dan emosional antara guru dan siswa sulit digantikan oleh mesin. Masalah privasi dan keamanan data siswa juga harus menjadi perhatian serius. Implementasi teknologi AI juga membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Tentu hal ini dapat menimbulkan kesenjangan antara lembaga pendidikan yang mampu berinvestasi lebih dengan lembaga yang belum mampu berinvestasi lebih di bidang tersebut. Kesenjangan tersebut tentu dapat menjadi kendala pemerataan pendidikan. Tantangan lainnya, berupa ketergantungan berlebihan pada teknologi juga dapat berpotensi menghilangkan keterampilan dasar tertentu pada peserta didik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2017) menunjukkan bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memiliki pengaruh kuat terhadap minat baca siswa, yang dapat diartikan semakin maju teknologi maka minat baca siswa juga akan semakin rendah. Terakhir, algoritma AI yang tidak dirancang dengan baik berpotensi mengandung bias yang dapat merugikan siswa. Maka, perlu ada pertimbangan batasan atau aturan penggunaan AI di kalangan siswa. Seperti, rentang usia siswa dan bagaimana cara menggunakan AI yang efektif.

Memanfaatkan AI dengan Bijak

Lantas, bagaimana agar AI dapat memberikan dampak positif bagi pendidikan? Pertama, guru perlu memanfaatkannya dengan bijak. Guru harus berperan sebagai kurator (orang yang mengelola) konten digital, memilih dan memilah sumber belajar digital yang berkualitas. Integrasi AI dalam rencana pembelajaran harus dilakukan secara cermat, sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti guru.

Lebih penting lagi, guru harus membekali siswa dengan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif. Kompetensi guru dalam menggunakan teknologi dan AI juga perlu ditingkatkan melalui pelatihan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan. Yang tak kalah penting adalah etika dalam penggunaan AI, memastikan bahwa teknologi ini digunakan secara bertanggung jawab dan adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun