Mohon tunggu...
M Zulmanar Rizki
M Zulmanar Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Manajemen Risiko dalam Meningkatkan Profitabilitas serta Mengantisipasi Krisis Perbankan di Era Digital

3 Januari 2024   18:06 Diperbarui: 3 Januari 2024   19:25 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Tummala & Schoenherr (2011) “perusahaan perlu mengidentifikasi risiko yang potensial, jumlah kemungkinan risiko dapat terjadi, konsekuensi, serta dampak dari risiko-risiko tersebut sehingga dapat membentuk perencanaan aksi untuk mengelola risiko-risiko tersebut”.

Menurut Peraturan Nomor 11/25/PBI/2010 mengenai Perubahan atas PBI Nomor 5/8/PBI/2003 yang mengatur tentang Penerapan Manajemen Risiko, Risiko didefinisikan sebagai potensi kerugian yang disebabkan oleh terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Sedangkan, manajemen risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang tertruktur untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang dapat timbul dari seluruh kegiatan usaha bank (Napitupulu, 2020). Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan peraturan Nomor 16/8/2014 tentang Uang Elektronik atau e-money. Bank Indonesia selaku otoritas moneter memiliki hak dan wewenang dalam perkembangan sistem pembayaran di Indonesia. 

Peran Bank Indonesia dalam sistem pembayaran yaitu mengatur dan menjaga mekanisme sistem keuangan agar tetap stabil baik tunai maupun nontunai. Pada sistem pembayaran tunai, Bank Indonesia bertanggungjawab atas pengeluaran dan peredaran uang tunai kepada masyarakat. 

Namun, seiring waktu penggunaan nilai transaksi pembayaran tunai menimbulkan banyak permasalahan dan kelemahan. Sehingga dibutuhkan inovasi sistem pembayaran yang mampu menjawab permasalahan dan membenahi kelemahan dari sistem pembayaran yang mampu menjawab permasalahan dan membenahi kelemahan dari sistem pembayaran tunai. Oleh karena itu, pembayaran nontunai tercipta sebagai wujud inovasi lebih lanjut pada sistem keuangan yang lebih efisien.

Salah satu produk dari Gerakan Nasional Non Tunai adalah penggunaan uang elektronik seperti E-Money yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri, BRIZZI yang dikeluarkan oleh Bank BRI, dan BNI Tap Cash yang dikeluarkan oleh Bank BNI. Adanya alat-alat pembayaran non tunai tersebut, disebabkan tidak hanya dari segi inovasi sektor perbankan namun juga oleh kebutuhan masyarakat yang memerlukan adanya alat pembayaran yang praktis yang dapat memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi. 

Dengan adanya kemudahan transaksi tersebut penurunan biaya transaksi akan terdorong dan pada akhirnya dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi. Dengan beralih kepada transaksi non-tunai, kejahatan seperti pencucian uang, perampokanm pencurian dapat diminimalisirkan. Gerakakan untuk beralih ke non-tunai ini juga dapat memperkecil tingkat peredaran uang di Indonesia. 

Pasalnya, peredaran uang yang tinggi akan mengakibatkan inflasi ekonomi di Indonesia. Kemudahan transaksi keuangan di era digital saat ini sudah tidak dapat dihindari. Era global memaksa manusia untuk terus menciptakan teknologi yang memudahkan bahkan dapat menggantikan tugas manusia termasuk dalam transaksi keuangan. Pertumbuhan alat pembayaran telah meningkat begitu pesat, seiring dengan pengembangan teknologi dalam sistem pembayaran yang sedang berkembang saat ini.

Penggunaan QRIS sebagai alat pembayaran digital memungkinkan transaksi tanpa uang tunai dengan menggunakan kode QR. Kode QR ini dapat dipindai oleh aplikasi perbankan atau dompet digital untuk melakukan pembayaran tanpa perlu menggunakan uang fisik atau kartu kredit. Manajemen risiko menjadi esensial dalam implementasi QRIS karena menghadirkan berbagai aspek yang perlu dikelola dengan cermat. Dalam segi profitabilitas, QRIS memberikan potensi peningkatan pendapatan bagi perbankan melalui biaya transaksi yang lebih rendah dibandingkan dengan metode pembayaran konvensional. 

Adopsi QRIS memungkinkan perbankan untuk menjangkau lebih banyak pedagang dan konsumen tanpa perlu mengeluarkan biaya infrastruktur yang besar, sehingga meningkatkan volume transaksi tanpa menambah beban biaya yang signifikan. Hal ini secara langsung berdampak pada profitabilitas perbankan dengan meningkatnya pendapatan dari layanan pembayaran digital. 

Manajemen risiko dalam implementasi QRIS juga terkait dengan aspek keamanan. Perbankan harus memastikan bahwa transaksi yang dilakukan melalui QRIS aman dari risiko penipuan dan ancaman keamanan cyber. Ini melibatkan penggunaan teknologi keamanan yang canggih untuk melindungi data nasabah serta sistem pembayaran dari serangan cyber dan kegiatan kriminal lainnya.

Penerapan QRIS juga memperkuat manajemen risiko perbankan dalam mengantisipasi krisis. Dengan memperluas ekosistem pembayaran digital, terdapat potensi untuk mengurangi risiko krisis likuiditas, terutama dalam situasi di mana uang tunai mungkin sulit diakses atau tersedia secara terbatas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun