Mohon tunggu...
Rizka Ramadhani
Rizka Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu Politik, Hukum.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika DPR Rajin Bekerja, Satu Indonesia Panik Semua!

22 Agustus 2024   18:07 Diperbarui: 22 Agustus 2024   18:08 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam budaya Jawa ada istilah _mikul duwur mendem jero_ yang maknanya adalah menghargai kehormatan keluarga, harga diri, dan jati diri seseorang. Istilah tersebut menjadi hukum tak tertulis dalam sejarah kepemimpinan politik di Indonesia. Sekeras-kerasnya pemimpin Indonesia jatuh, tidak ada yang diseret ke pengadilan. Rakyat Indonesia tidak ada yang jahat pada mantan presidennya. Namun sayangnya prinsip ini mungkin kurang diperhatikan akhir-akhir ini oleh penguasa.

Sehari setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusannya yang dinilai masyarakat memihak pada keadilan dan demokrasi, DPR RI tiba-tiba berencana merevisi UU Pilkada secara kilat yang dapat membuat putusan MK tersebut tidak berlaku. DPR yang mendadak rajin bekerja tentu tidak berdiri sendiri. Terlalu polos jika rakyat masih menganggap kekuasaan eksekutif dan legislatif benar-benar terpisah. 575 kursi DPR sebenarnya 'sahamnya' dipegang hanya oleh 9 ketua umum partai. Dari 9 partai yang ada di Senayan, 8 sudah se-irama dengan kepentingan istana.

Menjelang berakhirnya kekuasaan, seharusnya istana sadar diri dan mempersilahkan pemimpin berikutnya untuk menyiapkan diri. Namun kali ini justru sebaliknya, istana malah terlihat sedang memberi semangat pada DPR yang dikenal malas bekerja untuk tiba-tiba merubah UU Pilkada hanya dalam hitungan malam. S

iapa pun yang merasa dirinya masih memiliki rasa cinta pada negara, harusnya bisa berpikir bahwa pemimpin dan para wakil rakyat kali ini sudah keterlaluan. Turun ke jalan adalah solusi terbaik untuk mengingatkan pada penguasa bahwa "Setiap orang ada masanya".

Tentu tidak ada rakyat Indonesia yang ingin jahat pada mantan presidennya. Namun demo penolakan revisi UU Pilkada oleh DPR kali ini harus terus dilakukan, bukan untuk menggulingkan sebuah pemerintahan tetapi untuk menyadarkan seorang penguasa yang merasa dirinya Raja Jawa. Putusan MK harus terus dikawal jika rakyat satu negara tidak ingin kalah lagi oleh satu keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun