Mohon tunggu...
Rizka Ramadhani
Rizka Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu Politik, Hukum.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mematahkan Stereotip Pendukung 01 Sebagai si Paling Pintar

10 Agustus 2024   16:34 Diperbarui: 10 Agustus 2024   18:06 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Mediasumsel.com

Proses pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2024 telah usai. Hasil Pilpres telah memunculkan nama Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih Republik Indonesia sekaligus panglima tertinggi angkatan bersenjata. Terlepas dari segala intrik dan kritik keras terhadap pelaksanaannya, masyarakat di pemilu 2024 ini jauh lebih dewasa dalam menyikapi pertarungan antar elit politik jika dibandingkan pemilu 2019 silam. Situasi dalam masyarakat cukup kondusif dan hampir tidak ada gejolak berarti yang dapat menggoyang stabilitas nasional. Para elit yang kalah memilih tidak menggerakkan massa secara besar-besaran untuk menentang hasil pemilu. Situasi panas hanya terjadi di Mahkamah Konstitusi di mana pihak yang merasa dirugikan atas hasil pemilu melakukan gugatan, di luar gedung Mahkamah Konstitusi semua relatif terkendali. 

Pemilu kali ini diwarnai banyak catatan populis (seperti dinasti politik, penggalangan aparatur negara, istilah petugas partai hingga campur tangan asing) yang menutupi suatu realita dalam masyarakat yang kurang populis. Berhubung ketegangan politik nasional sudah rampung dan tinggal menunggu pelantikan Presiden saja, mungkin sekarang adalah momentum yang tepat untuk menguraikan realita yang kurang populis tersebut. Adanya stereotip bahwa kebanyakan pendukung 01 (Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar) memiliki tingkat intelektualitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pendukung calon lain seakan menjadi hal yang tak terbantahkan. Banyak suara netizen di sosial media memang membuktikan bahwa pendukung 01 adalah orang-orang dengan pemikiran kritis yang diatas rata-rata 

Dalam konteks sosial media kita mungkin bisa bersepakat bahwa TikTok adalah domainnya pendukung 02, sedangkan aplikasi X atau Twitter adalah domainnya pendukung 01. Jika dibandingkan Twitter, TikTok jauh lebih banyak jumlah penggunaannya di Indonesia. Namun, TikTok juga kerap dikritik atas algoritmanya yang tidak baik untuk kesehatan mental dan daya ingat seseorang. Mekanisme TikTok yang tidak sehat tersebut dianggap mustahil untuk menciptakan budaya diskusi yang kritis dan standar intelektual yang tinggi. Asumsi yang terbentuk adalah pendukung 02 yang kebanyakan berbasis di TikTok dinilai tidak sepintar  pendukung 01. 

Cara kerja Twitter yang sangat terbuka untuk berdiskusi tentang masalah kenegaraan telah memfasilitasi pendukung 01 untuk mencurahkan segala kritik atas ketidakadilan dan penyelewengan kekuasaan. Meskipun tak sebanding dengan masifnya konten joget gemoy di TikTok, topik idealisme demokrasi dapat berdiri tegak di ruang diskusi Twitter. Hal tersebut tambah menegaskan bahwa pendukung 01 memang lebih pintar (kritis terhadap isu-isu terkini). Walau pun terkadang dalam politik, merasa terlalu pintar justru bisa menaruh diri kita dalam perangkap delusi.

Pendukung 01 memang kritis terhadap tema-tema seperti demokrasi, korupsi, nepotisme, ketidakadilan, dan kualitas layanan publik, namun tidak mengerti urgensi bela negara. Secara usia, pendukung 01 dibagi menjadi dua, yaitu golongan tua dan golongan muda. Sebagian besar golongan tua bisa mencerna tema-tema di atas, namun hasil pemikirannya selalu berujung pada 'penghakiman akhirat'. Apapun kesalahan dalam tata kelola negara, aktor-aktor pemerintahan harus mendapat keadilan Tuhan, tanpa orang-orang yang bersangkutan berusaha mencari solusi menggunakan logika Tuhan anugrahkan padanya. 

Golongan muda pendukung 01 jauh lebih mengedepankan logika dalam masalah bernegara. Mereka lebih peka terhadap kualitas demokrasi dan kesetaraan hak warga negara. Masalahnya generasi muda dengan usia di bawah 40 tahun adalah generasi yang tumbuh di masa reformasi. Kritik atas reformasi adalah gagalnya mendidik wawasan kebangsaan dan bela negara pada generasi muda. Mereka dibiarkan tumbuh berkembang di iklim demokrasi liberal yang tidak mengenal apa itu kepentingan nasional Indonesia dan makna bela negara. 

Jika generasi muda memahami apa kepentingan nasional di Indonesia, rasanya mudah untuk menyepakati bahwa Prabowo adalah sosok paling cocok untuk menjadi Presiden RI yang dapat mengangkat derajat Indonesia dipanggung dunia. Prabowo unggul dalam hal kapital, infarastruktur partai politik, relasi dengan militer, koneksi luar negeri, jaringan dalam negeri, serta independensi jika dibandingkan dengan calon lain. Sosok Anies Baswedan memang sangat memukau karena negara ini haus akan kehadiran tokoh nasional secerdas beliau. Namun golongan muda pendukung 01 akan sulit mengakui bahwa keputusan Anies Baswedan untuk tidak berpartai adalah jalan politik yang oportunis. 

Jika yang menjadi alasan golongan muda pendukung 01 sulit menerima Prabowo karena wakilnya, maka sepertinya para tunas bangsa ini lupa lupa dengan salah satu teori dasar politik yang mengatakan bahwa tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan!. Terlalu sederhana jika memandang Prabowo dengan keluarga Jokowi akan seterusnya menjadi dwi tunggal. Prabowo tentu akan menjaga kehormatan Jokowi sebagai pendahulunya karena hal tersebut adalah 'asian value' kepemimpinan politik Indonesia (pemimpin baru tidak akan menjadikan pemimpin lama sebagai pesakitan). Namun, jika untuk menjadikan wakilnya sebagai pangeran jawa dalam kepemimpinan Prabowo, rasanya hal itu tidak akan terjadi. Sebab, alasan paling normatifnya adalah wakil presiden tidak akan memiliki kewenangan apapun jika tidak diberi oleh Presiden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun