Mohon tunggu...
Rizka Nurliyantika
Rizka Nurliyantika Mohon Tunggu... -

Hal paling konyol yang sering saya lakukan adalah menertawakan diri sendiri. Hampir tiap hari. Tiap masalah datang. Ketika kecerobohan saya memuncak. Tertawa jadi sinse yang mujarab. Dengan begitu kita akan lebih santai menghadapi apapun. Meski terkadang, terlalu santai karena tawa yang berlebihan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ensiklopedi Kamu

4 Desember 2011   16:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:50 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mengerti tidak bahwa aku begitu mencemaskanmu. Karena khawatirnya aku sampai mulas. Jantungku berdetak melebihi kecepatan kuda, lomapatan kijang ataupun berenangnya hui putih. Sementara faktanya adalah bahwa kau seolah tak tahu, entah memang tidak tahu atau pura-pura dungu. Kau begitu cuek, kaku, dan kolot seperti pemuda di jaman opa yang hanya ngapel malam minggu kerumah gadisnya dan pacaranlah mereka diruang tamu berneon kuning dengan bapaknya yang sedang membaca koran sambil menghisap cerutu dan ibunya yang sedang merajut taplak meja.

Kau hanya menghubungiku disela jam makan siangmu atau sebelum kau tidur malam. Lalu bagaimana kalau kau harus makan siang dengan para klienmu tiap harinya dan tidur larut karena sibuk prepare untuk presentasi besok pagi sementara aku sudah terlelap duluan. Sedangkan kau begitu sungkannya mengetik beberapa kata manis untuk membalas pesanku. Juga terlalu sibuk untuk sekedar online sebentar dan membuka email atau facebook padahal smartphone-mu prabayar, dibayar kantor pula.

Kau kadang keterlaluan bila sedang bekerja. Tapi yang paling aku suka darimu, saat kau bersamaku, kau benar-benar jadi milikku.

Aku mencintaimu. Itu kalimat yang sangat jarang kau ucapkan. Tapi sekalinya kau katakan, aku bisa langsung merinding, tanganku jadi gemetar, ucapku gagap dan aku tidak bisa tidur tepat waktu karena terus terbanyang saat kau mengatakannya.

Ya, meskipun kita sudah 4 tahun bersama.

Aku tetap merasa kalau kita baru kemarin bertemu. Sepertinya baru 3 jam yang lalu kita pacaran. Sedangkan kalimat itu baru 2 menit yang lalu kau katakan.

Mungkin memang sulit, kita saling jauh saat kau bekerja dan mungkin hanya 1 sampai 3 bulan sekali bisa bertemu. Itu juga hanya beberapa hari. Selebihnya, kita bertelepati saja lah.

Aku akan menunggumu, sampai kita benar-benar bersama ditiap waktunya. Sampai kau tak perlu 3G untuk melihat wajahku, aku tidak perlu internet untuk tahu kabarmu darimu via online. Tak butuh pak pos untuk kirimkan surat berisi cerita-ceritamu. Tak ada gagang dengan kabel bermil-mil untuk mengatakan rindu.

Aku juga mencintaimu, itu kalimat penutupku untuk catatan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun