Barbie, salah satu film populer yang akhir-akhir ini digelar di seluruh bioskop Indonesia. Film ini tayang pada 21 Juli 2023. Banyak opini mewarnai penayangannya. Barbie diasumsikan sebagian orang sebagai tontonan semua umur, khususnya dapat dikonsumsi bagi anak-anak. Namun ternyata Barbie mengusung tema yang lebih berat untuk dinikmati sekedar melepas penat. Hal ini lantaran Barbie membawa topik feminisme yang mana diketahui topik ini merupakan salah satu isu gender yang sedang marak diperbincangkan. Feminisme sendiri berarti gerakan revolusioner pada abad 18 yang mencatat sebagai sebuah kebangkitan perempuan dari tindakan diskriminasi dan terbuang dari haknya. Tindakan memarginalkan keberadaan perempuan ini menjadikan perempuan ingin menggaungkan kembali suaranya ke ranah publik sehingga keberadaan mereka dan kemampuannya tidak dipandang sebelah mata.
Abad 16 hingga 17, perempuan diibaratkan sebagai 'benda' dan 'objek' pemuas bagi laki-laki. Perempuan sebagai pemuas nafsu hanyalah hal bejat yang bisa digunakan sesukanya, bahkan ia dianggap seperti iblis. Perempuan dipandang kotor dan remeh, hal inilah yang melatarbelakangi keberadaan gerakan feminisme.. Gerakan feminisme pada wajah modern semakin multikulturalis dengan satu visi yang sama yakni menyudahi hukum kolot yang memberi label 'domestik' pada perempuan. Perempuan yang dulunya mengalami rasisme, stereotype, seksisme, penindasan bahkan woman trafficking kini dapat mengubah keadaan sosial mereka.
Produk bangsa barat ini tidak hanya menjamur di daerah asalnya saja, bahkan kini di Indonesia pun gerakan ini menimbulkan kontra dengan munculnya reaksi yang menentang ideologi tersebut karena dirasa sudah jauh dari kata kodrat dan fitrah diri sebagaimana perempuan. Ekspansinya yang meluas, menjadikan feminisme sebagai salah satu ilmu sosial dengan berbagai macam madzhab. Feminisme tidak menutup kemungkinan terjadi pula radikal di dalamnya seperti slogan "anti marriage" bahkan hingga menyudutkan laki-laki. Kaum feminis tak lagi segan meninggikan gerakan tangannya, contohnya dalam aksi demo-demo yang terjadi. Beberapa dari sudut yang lain menyebutkan bahwa feminisme merupakan suatu pendewaan terhadap perempuan.
Anti feminisme timbul akibat konsentrasi gerakan feminisme yang sudah melampaui batas dari ajaran agama terlebih bagi perempuan muslimah konservatif. Aksi menyimpang ditakutkan dapat membobol koridor yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Salah satu perkara yang dapat digaris bawahi dalam praktik feminisme yang menjadi permasalahan ialah menormalisasikan pecinta sesama jenis, jelas saja hal ini tidak sesuai dengan syariat Islam. Islam memandang dalam konsep teologi bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama khalifah dengan kedudukan yang sama dalam memimpin umat manusia di bumi. Sehingga sejatinya anti feminis bukannya mengkritik terhadap kebebasan perempuan, namun implementasi terhadap kegiatan-kegiatan yang di luar daripada pemahaman agama.
Solusi yang dapat ditawarkan ialah tetapnya acuan dalam gerakan feminisme dengan tidak melampaui boundaries  pada ayat suci dan Sunnah Nabi, sehingga tetap terdapat batas transparan. Perlu diketahui bahwa sebenernya yang menjadi permasalahan bukanlah laki-laki dan perempuan itu sendiri melainkan keadilan dan ketidakadilan. Namun masih banyak orang yang salah kaprah terhadap hal ini, sehingga keduanya antara laki-laki dan perempuan layaknya sedang mengalami sengketa. Selain itu menurut Alfina Hidayah (2020) keadaan yang memanas antara feminisme dan patriarki dapat diperjuangkan dengan menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Batasan yang bisa dilakukan oleh pro feminis terutama umat muslim yang tergabung di dalamnya harus mengetahui mana yang haq dan bathil sehingga hal tersebut tidak sampai kepada mudharat dan malah menjadi bumerang. Feminis yang pada awalnya mengusung kesetaraan gender malah berubah menjadi suatu pergerakan yang tidak sesuai bahkan menjurus ke arah yang tidak sepatutnya. Feminis merupakan motivasi dalam bersosialisasi dan menjalani kehidupan, namun dalam hal lain feminis bukan sebuah pedoman.
Feminis dan anti feminis dapat disimpulkan merupakan dua akar cabang yang berbeda. Mereka memberi perhatian terhadap kesetaraan gender dengan dua kiblat yang berbeda, kiblat barat dan timur. Kiblat barat seperti yang kita tahu berasal dari daerah eropa dengan masa lalu yang kelam akibat penindasan terhadap perempuan, sedangkan kiblat timur pada zaman Nabi telah merombak sistem patriarki jahiliyyah menjadi masa Islam dengan penuh kemajuan peradaban. Konsep yang diajukan feminis merupakan konsep equality tanpa memandang suatu persoalan, sama bagi rata. Sedangkan anti feminis menggunakan konsep equity yakni adil dalam ranahnya masing-masing.
ReferensiÂ
Arinahaten, M. A. (2021). Pertentangan Pemikiran Antara Gerakan Feminisme Dan Anti-Feminisme Di Indonesia. Kusa Lawa, 1(2), 79--90. https://doi.org/10.21776/ub.kusalawa.2021.001.02.08
Hidayah, A. (2020). Feminisme dan Anti-Feminisme: Bias Teologi Gender yang di (Salah) Pahami. BUANA GENDER: Jurnal Studi Gender dan Anak, 5(1), 13--26. https://doi.org/10.22515/bg.v5i1.2830