Mohon tunggu...
Rizka Junanda
Rizka Junanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - writer

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Sepasang Sepatu

7 November 2024   00:30 Diperbarui: 7 November 2024   00:41 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Peristiwa itu terjadi delapan belas tahun yang lalu.

            Umurku lima tahun saat Bapak membelikakan sebuah sepatu dari pasar Rakyat, sebuah pasar tradisional di desa. Sebelumnya, Bapak tidak pernah membelikanku barang, Ah! maksutnya menggandeng tanganku ke pasar untuk membeli barang khusus untukku. Biasanya Emak yang melakukannya. Tapi, hari itu aku senang. Bapak terlihat berbeda. Ia terus membuatku berada di sisinya, membuatku tertawa dengan berbagai cerita lucu dan menciumku berkali-kali. Hal yang sangat jarang dilakukan oleh Bapak.

            Tangan besar dan kasar Bapak terus menggandeng tangan mungilku saat kami menelusuri jalan pasar. Sesekali rambut bergelombangku yang dibiarkan tergerai mengganggu wajah hingga terasa gatal. Sebelumnya, aku tidak tahu apa yang akan dibeli Bapak, kupikir ia akan membeli jaring untuk miyang[1] malam nanti atau keperluan lainnya. Aku tidak berani banyak bertanya kepada Bapak karena memang dari dulu Bapak jarang berbicara dan terkesan cuek, membuatku banyak menyimpan tanya yang kemudian baru kuutarakan kepada Emak. Tapi, kali ini tanyaku segera terjawab begitu Bapak berhenti di sebuah jajaran sepatu. Oh.....Bapak ingin membeli sepatu...,eh? Tapi, Bapak tidak pernah memakai sepatu.....

            "Kesukaanmu warna biru kan, Kia?", tanya Bapak tiba-tiba.

            Aku mengangguk sambil memperhatikan Bapak yang sibuk melihat-lihat sepatu. Aku berteriak girang dalam hati, berpikir bahwa Bapak akan membelikan sepatu untukku karena sebentar lagi aku akan bersekolah. Ketika Bapak mengangkat sebuah sepatu kain berwarna biru dengan garis putih berukuran besar, aku langsung merasa kecewa. Itu sepatu untuk perempuan dewasa, mana mungkin bisa dipakai oleh kaki mungilku?

            "Suka sepatu ini, Kia? Sepatu ini sangat bagus kan?", Bapak memperlihatkan sepasang sepatu kepadaku. Aku kembali mengangguk, walaupun kali ini sedikit tidak berminat. Kelihatannya Bapak tidak memperhatikanku dan sudah jatuh cinta pada sepatu itu hingga dengan cepat tanpa tawar menawar seperti yang biasa Emak lakukan, ia langsung meminta penjual di sana untuk membungkusnya dan menyerahkan beberapa lembar uang. Aku tidak tahu berapa dan tidak ingat warna apa. Yang kuingat adalah tiba-tiba kami berdua duduk di depan rumah kayu kami yang kecil, tepatnya di atas dipan yang telah digelari anyaman tikar.

            Bapak semakin aneh.

            Sambil duduk di atas tikar, Bapak mengelus rambutku dengan tangan kasarnya yang entah mengapa terasa begitu nyaman.

            "Dengar suara itu, Kia?", tanya Bapak.

Deburan ombak.....

            "Dengarlah, Bapak. Kan, setiap hari kia juga dengar", jawabku kala itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun