Lagi-lagi, aku terduduk di tepian kasur, menatap dinding kamar yang seolah menjadi saksi bisu dari segala kegundahan hatiku. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, namun mata ini masih enggan menutup. Sejak kemarin, jadwal tidur yang sudah diatur sedemikian rupa hancur berantakan. Aku meratapi nasib, mempertanyakan mengapa insomnia yang aku alami semakin parah dari hari ke hari. Padahal, aku sudah berusaha untuk tidur nyenyak layaknya manusia normal lainnya.
Di saat malam merangkul gelap, pikiranku malah terbang liar, berputar-putar, mengganggu ketenangan yang kucari. Berbagai pertanyaan melintas dalam benakku, menuntut jawaban yang tidak kunjung kudapatkan. Aku mulai berbicara sendiri, meluapkan semua yang mengganggu pikiranku.Â
"Kenapa aku susah tidur?"
"Kenapa aku merasa putus asa?"
"Kenapa otakku tidak mau berhenti berpikir tentang hal-hal berat sebelum aku terlelap ke alam mimpi?"
"Kenapa aku menjadi seperti ini?"
"Kenapa aku masih memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak penting, namun bagiku itu menjadi masalah yang perlu dipecahkan?"
"Ini yang terakhir, dan aku tidak tahu harus berbuat apa."
"Kepala ini pusing, dada terasa sesak, dan perut serta pinggangku berdenyut-denyut. Rasanya aneh."
"Aku frustrasi."
"Aku ingin mati, tetapi di satu sisi, tidak juga."