strawberry merupakan buah mungil, lucu nan menarik, tetapi mudah untuk ia dihancurkan. Seperti halnya gambaran dari generasi z sekarang ini, generasi strawberry ialah sebutan lain untuk mengungkapkan generasi muda yang sedang pada masa pertumbuhan keterampilan dan pembentukan mental. Bagaimana upaya keterampilan orang  tua  dalam  mendidik  anak  yang  berpotensi akan tumbuh-kembangnya  mereka menjadi bagian dari strawberry generation, seperti adanya pola asuh overprotective, pola  asuh  otoriter,  kurangnya  adanya pemberian  apresiasi  dan  kebutuhan komunikasi.
BuahGenerasi strawberry tanpa sadar akan menumbuhkan karakter buruk jika tidak dididik secara emosional dan dengan kesabaran hati-hati. Keterampilan orang tua sangat dibutuhkan dalam perkembangan ini. Dari buku Strawberry Generation yang ditulis  oleh  Prof.  Rhenald  Kasali  (2018), bahwasanya generasi  strawberry merupakan  generasi  yang penuh  dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan mudah sekali untuk sakit hati.Akibat pola asuhan yang salah memberikan dampak menurun terhadap anak generasi strawberry yang rentan dengan kemarahan dan mudah tersinggung. Maka keadaan itu pula bagaimana menyikapi problema yang terjadi.
Generasi strawberry ini selalu ingin mendapatkan sesuatu secara  instan,  padahal  segala  sesuatu  tidak  bisa didapatkan secara  mudah, tetapiharus membutuhkan  perjuangan  yang kerasdan terkadang sulit. Sehingga ketika mereka mendapatkan hal yang susah/ rumit, bukannya berusaha,mereka malah cenderung akan lari dari hal  tersebut. Rasa  malas  yang  tinggi  juga  terdapat  pada  anak  generasi  ini;  mereka menginginkankesuksesan,  tetapi  hal  yang  mereka  lakukan  hanya  bersantai-santai  atau bahasa  gaulnya  rebahan.  Sedangkan  di  sisi  lain,  beberapa  anak  memiliki  semangat  juang yang tinggi untuk mendapatkan kesuksesan.
Solusi guna meminimalisir anak menjadi Strawberry Generation diantaranya:  1) membangun mental; 2) memberikan kepercayaan kepada anak untuk mengerjakan tanggung jawab yang mampu membuatnya belajar dan meng-upgrade diri, sehingga anak merasa  berkontribusi  dan  merasa  berharga;  3)  kelekatan  antara  orangtua dengan anak; 4) melatih anak untuk mengambilkeputusan; 5) selalu memahami kondisi anak; 6) menanamkan growth mindset.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H