Mohon tunggu...
RIZKA FARADILAH KURNIAWATI
RIZKA FARADILAH KURNIAWATI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UIN Sunan Ampel Surabaya

Literature adds to reality

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memaknai Istilah "Nanjak Ambeng" di Daerah Paciran

7 Desember 2023   11:00 Diperbarui: 7 Desember 2023   14:38 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nanjak Ambeng merupakan sebutan untuk kegiatan buka puasa dengan makan-makan bersama dalam satu talam. Dalam tatanan dalam penggunaan kata bahasa Jawa, Nanjak dapat diartikan sebagai makan bersama, sedangkan Ambeng merupakan sebutan untuk nasi dalam wadah yang masyarakat jawa menyebutnya talam. Sedangkan talam ialah sebuah nampan yang berbentuk lingkaran, yang permukaannya beralas datar dan biasanya berbibir pada area tepinya. 

Di Pulau Jawa, talam/ dulam biasa digunakan dalam proses memasak nasi, sebagai wadah untuk mengaduk-aduk nasi yang baru saja matang sambil dikipas sebelum nasi ditaruh dalam bentuk bakul. Bentuknya lebih cembung dan menyempit di bagian area bawah. Nasi ambeng terdiri atas menu Lodeh dengan ikan asin ditambah ikan panggangan atau masyarakat jawa menyebutnya ikan asap kemudian diatasnya dilumuri sambal urap yang berasal dari parutan kelapa yang dimasak dengan rempah-rempah khas desa Paciran.

Tradisi Nanjak Ambeng biasa digelar di sepanjang Jalan Pondok di Desa Paciran Kabupaten Lamongan. Nanjak ambeng adalah kebiasaan wong ciran jika sedang syukuran. Biasanya semua kalangan boleh bergabung untuk melaksanakan makan bersama, mereka memasak masakan satu atau dua nampan besar. Setelah tersaji, nampan akan dibawa di jalan depan rumah atau ke mushola untuk ditanjak rame rame. Saat nanjak ambeng ini semua orang berkedudukan sama. Yang kaya, miskin, pangkat maupun rakyat jelata duduk bersama demi mengitari nampan yang sama. 

Tak hanya sebagai tradisi buka bersama yang dilaksanakan di gang jalan pondok pesantren saja. Namun, Kebisaan ini juga berlangsung pada bulan puasa yang biasanya sebuah ambeng akan dibawa ke mushola menjelang maghrib atau saat tadarusan untuk dimakan bersama sama dengan orang banyak. Tak ada rasa risih atau jengah saat makan bersama dalam satu nampan ini. Dan tradisi semacam ini hanya di desa Paciran saja yang masih bertahan.

Menurut pernyataan kepada warga setempat saat melakukan wawancara pada Selasa 25 Maret 2021 dikediaman Bapak Mahfud selaku ketua RT Dusun Paciran, tuturnya “Tak ada runtutan khusus dalam penyambutan tradisi ini, mula-mula sebelum melakukan sebuah Nanjak Ambeng ini masyarakat akan mendengarkan kajian oleh para ulama desa terlebih dahulu, kemudian ketika terdengar adzan maghrib akan segera menanjak ambeng yang sudah dimasak itu. Karena dilaksanakan dibulan suci Ramadhan, maka pelaksanaanya pun juga dilaksanakan menjelang adzan maghrib dan menjelang malam saja. Gang-gang jalanan pun menjadi tempat pelaksanaan Nanjak Ambeng ini, sebuah teori rasa keharmonisan terlihat pada kegiatan ini”. Semua orang terlihat sama. Bahkan kiai, ustaz, Pak Kades, dan tokoh masyarakat lainnya berbaur menjadi satu. Menyantap bersama-sama hidangan beralaskan berbagai tikar di sepanjang jalan dan gang-gang sempit desa. Kemudian diletakkanlah sebuah nampan yang bernama talam nasi ambeng disepanjang jalan tersebut. Orang-orang akan duduk secara memanjang dalam menanjaki ambeng itu.  Rasa kebahagian dan riang gembira menyelimuti warga desa Paciran itu.

Nanjak Ambeng ini biasaya dilaksanakan pada 10 hari pada bulan terakhir. Dikarenakan kemarin terjadi wabah pandemi yang menyerang warga masyarakat, maka Nanjak Ambeng ditiadakan untuk sementara waktu demi meminimalisir angka penyebaran Covid 19. Dalam hal ini Kelangsungan tindakan manusia hanya di batasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya. Dalam tradisi sejenis ini, mengarah pada Prespektif Sosiologi Max Weber Mengenai Kepercayaan Tradisi dalam Masyarakat bahwasanya sebuah kelompok akan memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau suatu perencanaan yang disengaja. 

Tradisi Nanjak Ambeng sebagai gambaran dalam pandangan Sosiologi Max Weber, bahwa Tindakan sosial menurut Max Weber adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan orang lain. Tindakan sosial dalam sebuah kelompok masyarakat memaknai apa arti sebenarnya dalam kegiatan tersebut. Alasan serta tujuan mengapa kegiatan pada tindakan tersebut tetap bertahan dan masih diberlakukan pada sekarang ini.

Tradisi Nanjak Ambeng ini sudah sangat melekat diantara kelompok masyarakat desa Paciran adanya suatu alasan yang melatar belakangi pada kegiatan tradisi ini. Sebuah ungkapan rasa syukur kepada tuhan. Adanya perayaan ini mampu mempererat tali persaudaraan dan silaturahmi antar warga yang satu dengan warga yang lain demi mencapai keharmonisan bersama. 

Pemikiran Max Weber pada tradisi ini meyakinkan kepada sekelompok anggota masyarakat bahwa terdapat tujuan yang positif bagi siapa saja yang melaksanakannya. Sejatinya sebuah kegiatan tradisi tentu saja selalu mempunyai makna dan alasan yang logis disetiap tindakannya. Sebuah tradisi mampu memberi dampak positif yang melekat pada masyarakat sehingga meningkatkan sebuah keimanan kepada tuhan ataupun supaya  melestarikan sebuah bentuk kasih sayang dan rasa kemanusiaan yang tak memandang kasta dan kelas sosial.

Dalam makna tradisi Nanjak Ambeng ini dapat diperlihatkan dimana adanya keadaan rasa saling menghormati dan rasa saling menyayangi sesama manusia yang masih diperhatikan oleh sebagian masyarakat desa Paciran. Banyak kalangan yang mengikuti tradisi Nanjak Ambeng ini dimulai dari orang-orang kelas bawah sampai orang-orang kelas atas dalam mengikuti tradisi ini. Setiap kali terdapat pelaksanaan tradisi ini warga masyarakat Paciran selalu mengedepankan rasa gotong royong, tolong menolong dan kepedulian teradap sesama warganya. Memang tak selamanya setelah melaksanakan tradisi ini warga Paciran tidak akan selalu mengedepankan rasa gotong royong, tolong menolong dan kepedulian teradap sesama warganya. Namun, dengan sementara waktu rasa kepongahan itu akan hilang untuk demi berlangsungnya kegiatan ini. Dikatakan tradisi karena mereka selalu menganggap Nanjak Ambeng merupakan hal biasa yang mereka lakukan sehingga menjadi budaya mereka karena dilakukan secara terus menerus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun