Mohon tunggu...
Rizka Cahyani
Rizka Cahyani Mohon Tunggu... Arsitek - penulis

menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aspek Budaya dalam Islam: Harmoni di Antara Tradisi dan Kreativitas Budaya Islam

20 Desember 2023   12:03 Diperbarui: 20 Desember 2023   12:03 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Penulis 1 : RIZKA CAHYANI
Penulis 2 : AHMAD WAHIDI, S.Ag.,Sip.,M.Pd.I.

( rizkacahyani3@gmail.com)

ABSTRAK

Dalam budaya, harmoni antara tradisi yang berakar kuat dalam nilai- nilai agama dan kreativitas memunculkan sebuah dinamika unik. Artikel ini mengeksplorasi cara dimana kekayaan tradisi, adat istiadat, dan nilai- nilai islam menyatu dengan kreativitas dalam seni, arsitektur, bahasa, dan nilai-nilai yang mengalir dalam kehidupan sehari- hari. Melalui perpaduan ini, budaya islam mengalami transformasi, menggugah inovasi, sambil memepertahankan warisan lama yang berharga. Diskusi ini juga menyoroti bagaimana keseimbangan ini menciptakaan harmoni yang memelihara identitas budaya serta membuka jalan bagi perkembangan yang positif dalam konteks sosial dan kultural.

Kata kunci : Harmoni,Tradisi, Kreativitas, Budaya Islam, Warisan, Inovasi, Nilai- nilai agama, Adat istiadat.

ABSTRACT

In islamic cultural, harmony between traditions that are strongly embedded ini religious valies and creativity gives rise to a unique dynamic. This article explores the ways in which the rich traditions, customs, adn values of islam merge with creativity in art, architecture, language, and the values that flow into everyday life. Through this combiations, islamic culture underwent a transformation, inspiring innovation, whilw preserving its ancient, valueble heritage. This discussion also highlights how this balance creates harmony that maintains cultural identity and paves the way for posetive developments in social and cultural contexts.

Keywords : Harmony, Tradition, Creativity, Islamic cultural, Hertage, Innovation, Religious values Customs.

PENDAHULUAN
Dalam budaya islam, harmoni antara tradisi dan kreativitas memebentuk landasan yang menarik. Tradisi yang kaya akan nilai-nilai agama dan adat istiadat lokal berpadu dengan krativitas dalam seni, arsitektur, bahasa, dan nilai-nilai yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menciptakan dinamika unik yang memungkinkan perubahan dan inovasi dalam konteks budaya islam tanpa kehilangan akar nilai-nilai yang mendalam. Pendahuluan ini akan membuka diskusi tentang bagaimana perpaduan harmoni menciptakan landasan yang kokoh bagi pengembangan budaya islam, memnungkinkan inovasi yang kreatif, dan menggali cara dimana tradisi dan kreativitas saling melengkapi dalam memeperkaya identitas dan kehidupan umat islam.

PEMBAHASAN
PENGERTIAN HARMONIS DAN KREATIVITAS BUDAYA ISLAM
Secara etimologi keharmonisan berasal dari kata harmonis yang berarti serasi,selaras. Titik berat dari keharmonisan adalah keadaan selaras atau serasi. Keharmonisan bertujuan untuk mencapai keselarasan dan keserasian, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam kehidupan bernegara.  Keharmonisan dari segi terminologi bermakna keadaan rukun atau berarti berada dalam keadaan selaras, tenang dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk saling membantu. Harmoni dapat pula berarti berprilaku rukun atau menghilangkan tanda-tanda ketegangan dalam masyarakat atau antara pribadi-pribadi sehingga hubungan-hubungan sosial tetap terlihat selaras dan baik. Kata rukun dan kerukunan mempunyai pengertian damai dan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Hunt dan Walker yang dikutip oleh Hartoyo menyatakan bahwa basis dari aspek interaksi dari integrasi ialah mengendurnya diskriminasi yang berakar pada perbedaan-perbedaan etnik, budaya dan agama. Selain itu menurut Ioanes Rakhmat, bahwa untuk dapat membuat kerukunan dn kemajemukan sebagai sebuah unsur pemersatu dan penginspirasi bangsa, setiap orang di Indonesia, apapun etnis dan aliran keagamaannya (atau aliran kepercayaannya), perlu memandang etnisnya sebagai komplemen atau unsur pelengkap bagi etnis lainnya. Sebab, unsur yang potensial dapat saling memperkaya, baik dalam doktrin antar etnis maupun dalam praktek kehidupan bermasyarakat.

ISLAM SEBAGAI AGAMA HARMONIS
Tuhan menurunkan berbagai agama di muka bumi bertujuan untuk menyelamatkan manusia dan kehidupannya dari kerusakan dan pertumpahan darah (Q.S. al- Baqarah/2:30), sehingga dapat dikatakan bahwa pada dasarnya mission sacret diturunkannya agama adalah rahmat untuk kemanusiaan universal. Semua agama yang ada di muka bumi ini mengajarkan kebaikan dan kedamaian hidup manusia. Budha mengajarkan kesederhanaan, Kristen mengajarkan cinta kasih, Konfusianisme mengajarkan kebijaksanaan, dan Islam mengajarkan rahmat untuk alam semesta. Perbedaan pemahaman terhadap agama dimaksudkan agar manusia berlomba-lomba dalam kebaikan, membangun kerajaan dunia yang makmur, dinamis dan harmonis sehingga manusia dapat merasa betah untuk hidup di dalamnya. Penurunan agama dengan demikian bukan merupakan pembatas dan penghalang manusia untuk berbuat kebajikan, kenal mengenal dan tolong menolong, melainkan sebagai khazanah dan rahmat agar kehidupan manusia dinamis dan tidak monoton. Dengan demikian memaksakan suatu agama dengan cara apapun kepada orang lain, di samping bertentangan dengan misi dan ajaran agama itu sendiri, juga merupakan sumber konflik, dan penderitaan manusia serta kerusakan di muka bumi. Bukti komitmen seseorang terhadap suatu agama terletak sejauhmana komitmen orang tersebut dalam membangun, berkarya, berperadaban, menjaga dan menyelamatkan kehidupan manusia dan lingkungan hidup serta mengembangkan perdamaian di dunia. Dengan demikian agama tidak mentolerir bahkan berupaya mencegah orang-orang yang berbuat kerusakan dan pertumpahan darah yang akan menjatuhkan harkat dan martabat kemanusian. Misi suatu agama memaksakan seseorang mengikuti agama tertentu merupakan doktrin yang tidak dapat dipertangggung jawabkan Diturunkannya agama bukan untuk mempolarisasi manusia atau menghakimi melainkan memberi arah pencarian kebenaran yang caranya bisa berbeda-beda, sebaliknya pemaksaan suatu agama justru dapat menimbulkan persoalan, karena dengan demikian agama bukan merupakan aset atau modal pembangunan melainkan sebagai justifikasi sikap bermusuhan dan pelanggaran terhadap peri kemanusiaan. Piagam Madinah adalah sebutan bagi al-Safah yang berarti lembaran tertulis atau alKitb, yang dibuat oleh Rasulullah saw bersama warga Madinah. Kata madnah menujuk kepada tempat dibuatnya naskah. Semetara kata piagam berarti surat resmi yang berisi pernyataan pemberian hak, atau berisi pernyataan dan pengukuhan mengenai sesuatu. Sumber lain menyebutkan bahwa piagam (charter) adalah dokumen tertulis yang dibuat oleh penguasa atau badan pembuat Undang-Undang yang mengakui hak-hak rakyat, baik hak-hak kelompok sosial maupun hak-hak individu. Terlepas dari polemik historis penyusunan dan otentisitas naskah piagam Madinah, tampak dari berbagai studi yang dilakukan para ahli, Piagam Madinah yang digunakan adalah yang telah disistematisasi menjadi 47 pasal. Piagam ini tidak saja menggambarkan komposisi penduduk Madinah yang menjalani perjanjian aliansi (teaty of alliance). Sebagai perjanjian aliansi segi tiga- Muhajirin-Anshar-Yahudi- paling tidak bisa dilihat karena dua alasan. Pertama, karena perjanjian itu merupakan sutau usaha Nabi saw. untuk mengadakan rekonsialiasi anatara suku-suku sebagai perjanjian persahabatan untuk meleburkan (fusi) semua pluralitas dalam satu komunikasi yang integrated. Karena itu, Nabi saw bekerja keras menumbuhkan sikap loyal mereka kepada agama dan komunitas baru itu. Kedua, perjanjian itu sebagai aliansi antara sukusuku Arab sebagai satu golongan dan suku-suku Yahudi sebagai satu golongan lain. Setiap suku Yahudi adalah satu bangsa dengan orang beriman, sekalipun mereka tetap dalam agama mereka. Oleh karena itu, diakui agama Islam mampu membawa keharmonisan sehingga bangunan masyarakat yang bersatu dari berbagai multietnik, multiagama dan multikultural dapat terbangun. Hal Itu tidak lain karena nabi Muhammad saw. takkala membangun masyarakat tersebut tidak hanya memperhatikan kepentingan dan kemaslahatan masyarakat Muslim, melainkan juga memperhatikan masyarakat non-Muslim. Dengan kata lain paradigma sosial yang dipergunakan Nabi baik dalam membaca realitas solsial maupun mengambil keputusan politik, adalah inklusipisme-egaliteranisme. Hal ini juga diperkuat dengan adanya pengakuan bahwa kebiasaan (tradisi, konvensi) masyarakat Madinah sepenuhnya diakui sebagai hukum yang hidup oleh Piagam Madinah. Oleh karenanya, Piagam Madinah menjamin hak-hak kelompok sosial dan persamaan hukum dalam segala urusan publik. Dengan kenyataan ini, Islam kemudian menjadi agama yang membawa keharmonisan bagi masyarakat Madinah. Fakta historis ini, menurut Philip K. Hitty, merupakan bukti nyata kemampuan Muhammad saw. melakukan negosiasi dan konsulidasi dengan berbagai golongan masyarakat Madinah.
MACAM MACAM HARMONIS DAN KREATIVITAS
Dengan demikian berdasarkan karakteristik masyarakat harmoni yang telah dikemukan sebelumnya maka keharmonisan dapat ditelusuri dalam AlQur'an sebagai berikut:
1. Al- Musw (Persamaan) Salah satu indikasi masyarakat harmoni adalah adanya sistem persamaan. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang harus sama secara mutlak dengan orang lain. Tidak seorangpun menyetujui persamaan secara mutlak yang berarti bahwa manusia itu setara dalam semua hal. Mereka mengakui bahwa dalam beberapa hal manusia itu tidak sama seperti usia manusia, seks, kesehatan, kekuata jasmani, kecerdasan, dan pemberian-pemberian alam lainnya. Karena itu, masyarakat Barat lebih mengakui "persamaan di muka hukum", yang secara aktual menjadi tujuan politik yang menandai masyarakat demokratis. Persamaan, karenanya, bukan berarti tanda bahwa manusia itu sama dalam pengertian kata yang kongkrit, melainkan lebih menunjukkan suatu pernyataan etis, di mana mereka adalah setara dan harus mendapatkan perlakuan yang sama. Klausa ayat (Q.S. al- Hujurat (49):13) pengantar untuk menegaskan bahwa manusia memiliki derajat kemanusiaan yang sama di sisi Allah. Tidak ada perbedaan antara satu suku dengan lainnya, demikian pula tidak ada perbedaan nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang; laki-laki dan perempuan. Klausa ini kemudian dipertegas oleh penggalan akhir ayat ini bahwa orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Karena itu, ayat diatas menenkankan perlunya manusia bertakwa karena sarana takwa merupakan satu-satunya jalan untuk mendapatkan kemuliaan di sisi Allah. Berkaitan dengan keharmonisan umat, faham persamaan merupakan hal mutlak yang mesti terjadi di tengah masyarakat. Dengan prinsip persamaan ini, seseorang akan menghargai orang lain meskipun mereka berbeda dalam berbagai aspek. Pemahaman akan prinsip ini pula dapat meminimalisir potensi konflik yang biasa terjadi pada masyarakat multikultur.
 2. Al-urriyah (Kebebasan) Ciri kebebasan merupakan syarat untuk mewujudkan sistem yang harmonis yang akan mengantarkan manusia mencapai kebenaran dan kemajuan menuju terciptanya suatu kesatuan yang integral dan terhormat. Dengan demikian wajar jika prinsip kebebasan ini merupakan salah satu ajaran yang terpenting dalam Islam. Adapun tujuan pokok yang ingin dicapai dalam praktik prinsip urriyah adalah memantapkan martabat dan kehormatan individu setiap orang dari berbagai aspek, di antaranya kebebasan dalam bidang hak-hak sipil, agama, berfikir, dan mengemukakan pendapat, termasuk juga dalam bidang politik dan pemerintahan.Dalam upaya menciptakan keharmonisan umat, sikap lapang dada merupakan sikap batin yang perlu dilahirkan dalam diri, dan sikap ini lahir dari rasa kebebasan dan kesabaran. Filosofi dan watak tersimpan berada di balik lapang dada adalah untuk menciptakan keselamatan dan kerukunan antar pemeluk agama hingga tercapai kehidupan yang harmoni. Untuk itu, dengan meminjam beberapa kaidah ushul, yakni 1) Dar'u al-mafsid muqaddamun 'al jalbi al-malih, yakni mencegah (menghalangi) kemudharatan, kerusakan, huru hara, lebih diutamakan dari pada meraih kemashlahatan. Dalam kaitan ini, umat Islam mampu menghidupkan kehidupan yang harmonis di antara sesama bahkan antara umat beragama lainnya. Dalam konteks problematika sosial, kaidah itu berarti lebih baik mencegah konflik, perselisihan dan pertentangan, pertengkaran dan permusuhan daripada secara bersikeras meraih kemanfaatan dan kegunaan. Kedua, kaidah al-dhararu yuzl yakni kemudharatan harus selalu dihindari. Kaidah ini akan selalu menuntut umat Islam menjalani kehidupannya dalam konteks pribadi dan berbangsa, sehingga kekacauan atau kegiatan yang sifatnya mengancam ketidak harmonisan hubungan, dapat dihindari.
3. Al-'Adlah (Keadilan) Dalam konsep Islam, keadilan adalah keharusan dalam menetapkan keputusan hukum di antara manusia. Menegakkan keadilan adalah kemestian yang merupakan hukum objektif, tidak tergantung kepada kemauan pribadi manusia, dan bersifat immutable (tidak akan berubah). Karena hakekatnya yang objektif dan immutable ini, menegakkan keadilan akan menciptakan kebaikan bagi siapa pun yang melaksanakannya, dan sebaliknya, ketidakadilan akan mengakibatkan malapetaka. Al-Qur'an menyebutkan kata adil dalam arti seimbang yang merupakan bandingan kata harmoni, yang terungkap dalam empat ayat, diantaranya dalam Q.S. al- Infithr/82:7 'Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. Menurut Quraish Shihab, terdapat empat macam makna adil, seperti yang dikutip oleh Achmad Abubakar. Pertama, adil dalam arti sama, yaitu adil yang dimaknai secara proporsional dengan tidak melihat bagian-bagian yang harus sama. Adil dalam pengertian ini tidak mengandung makna persamaan mutlak terhadap semua orang secara sempit tanpa memperhatikan adanya perbedaan kemampuan, tugas, dan fungsi seseorang. Kedua, adil dalam arti seimbang, yakni perimbangan atau dalam keadaan seimbang, tidak pincang. Intinya satu kesatuan yang harus seimbang menuju tujuan yang sama, ukuran yang tepat, persyaratan yang sama, sehingga dapat bertahan sesuai fungsinya. Keadilan seperti ini dapat berlaku terutama untuk kesatuan bagian wujud fisik, termasuk alam raya. Keadilan dengan makna keseimbangan adalah lawan dari kekacauan atau ketidakserasian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun