Hal ini tentu melanggar kode etik profesi hukum yang di atur pada peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa. Sehingga Kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum semakin menurun.Â
Dari pelanggaran yang merusak citra kelembagaan menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum pun menurun. Fakta dilapangan yang mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum menimbulkan tantangan terbesar bagi profesi hukum khususnya hakim setelah proses persidangan selesai.
Publikasi merendahkan kehormatan hakim melalui teknologi menyebar begitu cepat seolah tidak ada pertimbangan yang benar diputuskan oleh hakim dalam proses pengadilan.Â
Padahal pada dasarnya sistem pengawasan terhadap kekuasaan kehakiman sudah dibagi menjadi dua yaitu Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai pengawas internal di lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal dan Tata tertib persidangan sudah di atur dalam PERMA No 5 Tahun 2020 tentang protokol persidangan dan keamanan dalam lingkungan pengadilan. Sehingga seharusnya seluruh dari berbagai bidang memegang teguh aturan tersebut. Â
Cita cita nasional akan tercapai apabila kebijakan di terapkan dengan baik serta etika dan moral perlu ditegakan sejak dini dari berbagai bidang khususnya generasi 4.0. Generasi milenial, Generasi yang harus siap mengimplementasikan kebijakan dengan bijaksana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H