Wudhu', mandi, dan menghilangkan najis tidak sah kecuali dengan air yang suci menyucikan yaitu air yang tidak kedatangan najis dan tidak sesuatu yang suci, bercampur dengan air, dan tidak air sedikit yang sudah digunakan.
Air diringkas didalam air yang turun dari langit dan air yang bersumber dari bumi. Ketika kedatangan suatu perkara suci yang bercampur seperti madu, atau menjadi terpisah dari perkara suci sesuatu tersebut seperti minyak za'faron dan selainnya yang berubah dengan sangat. Air tersebut suci dalam dirinya, tetapi tidak bisa menghilangkan hadats dan tidak bisa menyucikan najis mensipun air tersebut seribu ember.
Persamaan air yang suci dalam dirinya sendiri itu air musta'mal yang kurang dari 2 qullah dan tidak berubah karena najis. Air musta'mal yaitu yang menghilangkan hadats atau najis bisa dihilangkan dengannya. Ketika najis mengenai air musta'mal dan najis tersebut menjadikan air berubah rasa, warna, atau baunya meskipun sedikit, maka air musta'mal tersebut menjadi najis. Jika adanya air kira-kira selautan dan tidak berubah karena najis, maka air tersebut tidak najis. Kecuali jika adanya air itu lebih sedikit dari dua qullah dan ketika hilangnya berubah dengan dirinya sendiri atau dengan air yang ditambahkan ke air musta'mal, maka hukum air tersebut kembali suci menyucikan. Seperti halnya hilangnya perubahan tersebut dengan air yang diambil darinya. Sisa air tersebut itu dua qullah.
Dua qullah itu 500 ritl dengan ritl baghdad. Ulama' mengira-ngirakannya dengan 5 ember dengan embernya tanah hijaz, meskipun kejatuhan minyak seumpama, atau najis di dalam air yang sedikit yang najisnya tidak bisa dilihat dengan mata normal. Atau bangkai yang tidak ada darah yang mengalir, seperti kalajengking, cicak, dan najisnya tidak merubah pada air, maka air tersebut tidak najis.
Penulis : Rizka Amalia Zahroh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H