Mohon tunggu...
Rizka Amalia Zahroh
Rizka Amalia Zahroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi membaca, Kepribadian pendiam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembagian Air yang Bisa Digunakan untuk Bersuci dalam Kitab Riyadh Al-Badi'ah

12 Maret 2023   09:52 Diperbarui: 12 Maret 2023   09:57 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wudhu', mandi, dan menghilangkan najis tidak sah kecuali dengan air yang suci menyucikan yaitu air yang tidak kedatangan najis dan tidak sesuatu yang suci, bercampur dengan air, dan tidak air sedikit yang sudah digunakan.

Air diringkas didalam air yang turun dari langit dan air yang bersumber dari bumi. Ketika kedatangan suatu perkara suci yang bercampur seperti madu, atau menjadi terpisah dari perkara suci sesuatu tersebut seperti minyak za'faron dan selainnya yang berubah dengan sangat. Air tersebut suci dalam dirinya, tetapi tidak bisa menghilangkan hadats dan tidak bisa menyucikan najis mensipun air tersebut seribu ember.

Persamaan air yang suci dalam dirinya sendiri itu air musta'mal yang kurang dari 2 qullah dan tidak berubah karena najis. Air musta'mal yaitu yang menghilangkan hadats atau najis bisa dihilangkan dengannya. Ketika najis mengenai air musta'mal dan najis tersebut menjadikan air berubah rasa, warna, atau baunya meskipun sedikit, maka air musta'mal tersebut menjadi najis. Jika adanya air kira-kira selautan dan tidak berubah karena najis, maka air tersebut tidak najis. Kecuali jika adanya air itu lebih sedikit dari dua qullah dan ketika hilangnya berubah dengan dirinya sendiri atau dengan air yang ditambahkan ke air musta'mal, maka hukum air tersebut kembali suci menyucikan. Seperti halnya hilangnya perubahan tersebut dengan air yang diambil darinya. Sisa air tersebut itu dua qullah.

Dua qullah itu 500 ritl dengan ritl baghdad. Ulama' mengira-ngirakannya dengan 5 ember dengan embernya tanah hijaz, meskipun kejatuhan minyak seumpama, atau najis di dalam air yang sedikit yang najisnya tidak bisa dilihat dengan mata normal. Atau bangkai yang tidak ada darah yang mengalir, seperti kalajengking, cicak, dan najisnya tidak merubah pada air, maka air tersebut tidak najis.

Penulis : Rizka Amalia Zahroh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun