Mohon tunggu...
Rizka Amalia Fulinda
Rizka Amalia Fulinda Mohon Tunggu... -

oncologist-to-be | drink books | eat movies | breath musics | love writing, discussing, and researching | magnificent doctor in the making | skygazer | Maroon 5 | MLTR | Jason Mraz | Owl City | SM's ;)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"En La Cama" (Warning! Sexual Contents!!!)

30 April 2011   16:57 Diperbarui: 4 April 2017   17:22 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13041819931117880129

Judul: En La Cama Judul Internasional: In Bed Director: Matias Bize Writer: Julio Rojas Stars: Blanca Lewin and Gonzalo Venezuela Apa yang ada di pikiranmu ketika melihat poster ini? Sebuah poster yang sangat seduktif? Film yang berisikan pornografi? Bokep? Film porno sok nyeni? Saya kok yakin ya kalo film ini beredar di Indonesia, baru ngeliat posternya yang “ho’oh” aja pasti ada tokoh-tokoh tertentu (yang kerjaannya -sorry to say- demooo aja kalau ada hal-hal berbau pornografi. Instingnya kuat banget sumpah) yang bakalan memboikot film ini untuk bisa dinikmati publik di layar kacar sebesar 60 inchi. I will introduce this movie first. En La Cama, yang dalam bahasa Spanyol artinya kurang lebih “In Bed” (yang juga dijadikan sebagai judul internasional film ini), dirilis tahun 2005 dan berasal dari negara Chili dan berbahasa Spanyol. Film garapan Matías Bize ini memang bukan film sembarangan. Film ini berhasil menyabet penghargaan Paoa Awards pada tahun 2006 dan menjadikan aktor utama dalam film ini, Blanca Lewin, sebagai aktor terbaik. Mau tidak mau, Matías Bize, menjadi salah satu sutradara berdarah latin favorit saya. Setelah film pendek unik garapannya, The Calling, yang sangat memukau dengan pendalaman karakter yang ciamik, En La Cama pun tak kalah memuaskan. Tak pelak lagi, bagi saya, Matías Bize merupakan salah satu sutradara spesialis film pendek paling jenius yang pernah saya tahu. Back to En La Cama. Apa film ini memperlihatkan hubungan seksual? Absolutely yes, bisa dilihat dari posternya dan dari judulnya. Bahkan, underline my words, adegan seksual di film ini sangat frontal, sangat terang-terangan. Tapi apa film ini melulu bercerita tentang pornografi? Tentang bokep? Tentang hubungan seksual yang sangat dahsyat? It’s really BIG NO NO! Ini bukan film pornografi! Perlu dicatat, film pornografi adalah film yang menggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia secara terbuka (eksplisit) dengan tujuan membangkitkan birahi (gairah seksual). Film pornografi adalah film yang hanya memerlukan dua orang artis (atau lebih, bila pengen threesome atau foursome, atau fivesome) dan sebuah kamera. Tidak diperlukan script panjang-panjang toh artisnya juga cuman bakal melolong ‘Oohh.. Oohh...’ atau “Oh My Goooddd...’ atau ‘Haaaaahhhh...’ sumthing like these lah. Sedangkan En La Cama? Saya kok bilang ya, film ini tidak bertujuan untuk membuat selangkangan lelaki menjadi basah. Oke, dalam film berdurasi 85 menit ini para penonton akan disuguhkan oleh adegan seksual lumayan frontal selama 3 sesi dan setiap sesinya berlangsung selama 2-3 menit. Bahkan, narasi bagian depannya saja sudah bersuarakan lenguhan dua insan yang sedang menuntaskan syahwatnya. Tapi, film ini is more than that gituloh. Seorang lelaki yang mengaku bernama Bruno (Blanca Lewin) bertemu dengan seorang perempuan yang mengaku bernama Daniela (Gonzalo Valenzuela). Kenapa saya bilang ‘mengaku’? Because they’re stranger. Mereka tidak saling kenal, tiba-tiba bertemu, dan sepakat untuk bermalam di motel. Bahkan, mereka melakukan hubungan seksual tanpa mengetahui nama masing-masing. Sebuah narasi pembuka yang unik. Yang sangat saya sukai di film ini, melalui hubungan seksual yang mereka lakukan selama 3 kali itu, terdapat in-depth conversations. Seakan, hubungan seksual yang mereka lakukan merupakan jembatan bagi mereka untuk masuk ke dalam percakapan-percakapan panjang dan mendalam tentang kehidupan mereka, latar belakang mereka, idealisme mereka, dan pandangan hidup mereka. Lucunya, disini mereka saling berbohong. Sama-sama mengaku tidak punya pacar, sama-sama mengaku dikecewakan oleh kekasih. Padahal, Bruno sudah memiliki istri dan 2 orang anak, sedangkan Daniela sudah akan menikah 2 hari kemudian. Bize memang tak memerlukan banyak pelaku dan keruwetan setting. Pelaku cukup 2, Bruno dan Daniela. Setting cukup satu kamar motel + kamar mandi. Alur juga tak perlu repot-repot merancang. Bercinta, mengobrol, perang bantal, mandi air hangat bareng, bercinta lagi, bertengkar, mengobrol, bercanda, bercinta lagi. Tapi, justru dengan ‘pengiritan’ luar biasa yang dilakukan oleh sutradara spesialis film pendek jenius ini, Bize mampu menggali muatan yang sangat bagus. Tidak gampang loh membuat film ‘hemat’ yang keseluruhan kisahnya cuma berupa percakapan antartokoh, dengan hanya 2 tokoh, dan dalam 1 setting lokasi saja. Mungkin, bila dianalogikan seperti chatty movie lain sejenis “Before Sunset”, namun dengan lokasi yang sangat terbatas. Bayangkan saja, kedua tokohnya harus menghapal naskah-naskah yang panjang, dan adegan-adegan non-stop yang harus dilakukan. Dan yang paling sulit, kedua tokoh pun harus berakting senatural mungkin. Hebatnya, film ini mampu meyakinkan penontonnya bahwa percakapan fiktif kedua tokoh tersebut terlihat sangat nyata, dan seakan-akan benar terjadi. Dengan kekurangan yang masih terlihat di sana-sini (yang sama sekali tidak memengaruhi kualitas film ini), En La Cama termasuk worth-watching movie (kecuali bagi Anda yang anti menonton ketelanjangan dan adegan seksual frontal). En La Cama penuh dengan nilai-nilai yang serius. Film ini menarik bagi Anda yang tertarik pada humanity dan interpersonal relationship. Perang bantal bukan sekedar perang bantal. Bertengkar memiliki arti. Bercanda pun mengandung makna. Saya sangat suka pertengkaran mereka tentang kondom yang bocor, perang bantal mereka yang ekspresif, obrolan mereka tentang Tuhan, tentang kehidupan mereka, tentang idealisme, bahkan ‘obrolan ringan’ mereka tentang film-film pun saya sangat suka. Pendeknya, film semi-pornografi (jika memang dianggap begitu, tapi bagi saya sih bukan) mana lagi yang mampu show sedalam itu? Film pendek mana lagi yang menampilkan hubungan seksual yang sangat frontal tapi philosophical? Tell me if you know other ones :) NB: En La Cama, yang artinya In Bed, apa Cama (Bed) disini merupakan kata serapan yang dalam Bahasa Indonesia berarti ‘kamar’?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun