Penulis : Reni Nursakinah
NIM : 1224020126
Sejarah telah telah mencatat,bahwa Pancasila sudah menjadi jiwa bagi seluruh rakyat indonesia. Memberi vitalitas, memimpin seseorang untuk mengejar kehidupan fisik dan mental yang lebih baik dalam kehidupan bermasyarakat. Menganut Pancasila sebagai dasar negara, membawa konsekuensi logis yang harus selalu berpijak pada nilai-nilai Pancasila. Mengingat, bahwa Pancasila dijadikan landasan utama dan fundamental dari pengawasan dan penyelengggaraan negara. Pancasila telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti yang telah tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Negara yang berdasarkan Pancasila bertujuan untuk menciptakan keadilan ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Setiap sila yang terdapat didalamnya, mengandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Contohnya sila keempat Pancasila, yang mengandung nilai fundamental bahwa setiap persoalan harus diselesaikan secara musyawarah.
Musyawarahh dilakukan untuk mencapai tujuan bersama, yang sesuai dengan gagasan serta kesepakatan bersama yang telah dikomunikasikan sebelumnya. Yang dimana dalam proses komunikasi tersebut, setiap orang memiliki kebebasan mengeluarkan pendapat serta gagasan yang dimiliki.
Kebebasan berpendapat merupakan Hak Asasi Manusia yang dimiliki oleh setiap individu. Hal tersebut sudah  berlaku sejak era reformasi hingga era digitalisasi saat ini. Dimana dalam era digitalisasi ini, platform media sosial berhasil menempati posisi teratas sebagai wadah yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di zaman ini. Karena tidak dapat dipungkiri, media sosial sangat mudah diakses oleh hampir semua kalangan masyarakat.
Dalam bermedia sosial, masyarakat tentu akan semakin mudah dalam mengekspresikan serta mengeluarkan pendapat mereka. Namun, apakah dengan bermedia sosi al masyarakat bisa bebas mengeluarkan segala pendapatnya tanpa adanya ancaman dari pihak manapun ?
Sebenarnya, kebebasan berpendapat dalam platform media sosial di Indonesia masih belum jelas bentuknya. Dalam pasal 28 e ayat (3) Bab XA UUD 1945 menyebutkan bahwa  " Setiap orang berh berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat ". Namun, disisi lain terdapat UU ITE yang banyak mengatur masyarakat dalam bermedia sosial, terutama dalam mengeluarkan pendapat.
Seperti pada kasus yang terjadi baru-baru ini. Dimana seorang content creator dengan nama akun tiktok @awbimaxreborn, yang dilaporkan ke Polda Lampung oleh Gindha Ansori, selaku tim kuasa hukum Gubernur Lampung. Laporan tersebut dipicu oleh salah satu video Bima yang berisikan kritikan serta komentar terkait kondisi infrastruktur di Lampung yang tidak memadai, viral di media sosial.
Tindakan Gindha Ansori tersebut, justru mendapatkan respon negatif dari warganet. Karena dinilai  bahwa pemerintahan lampung anti kritik. Padahal, kritikan Bima tersebut seharusnya bisa dijadikan pelajaran serta evaluasi bagi pemerintah Lampung, untuk meningkatkan kinerja serta infrastruktur di daerah tersebut.
Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar lampung menilai, bahwa laporan tersebut telah melanggar kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat. Sumaindra Jawardi  mengatakan, bahwa pihaknya bersama AJI Bandar Lampung siap memberikan pendampingan serta perlindungan hukum untuk Bima dan keluarga. Akibatnya, polisi pun resmi menghentikan laporan tersebut, karena memang tidak ditemukan adanya unsur pidana dalam video yang diunggah Bima tersebut.