SEKETIKA MENJADI DEWASA
Ibu bilang, sekolah itu jembatan masa depan
Andai saja desaku memiliki jembatan
Pasti setiap pagi aku tak perlu menyebrangi derasnya sungai
Agar aku bisa lebih cepat menuju masa depan itu
Ibu bilang, sekolah itu tiang kehidupan
Andai saja sekolahku punya tiang
Pasti aku tak pernah khawatir dengan kondisi sekolahku
Agar aku bisa lebih serius dalam belajar
Tapi semua itu hanya bisa aku andaikan
Aku juga tak tahu kapan andaiku itu bisa menjadi kenyataan
Padahal negeri kami kaya
Gemah ripah loh jinawi katanya
Tenteram dan makmur
Tanah yang subur, katanya
Tapi sayang, itu hanya untaian kata
Yang tak terbukti nyata
Kadang sejenak aku berfikir
Untuk apa pendidikan itu ada?
Untuk apa sekolah itu ada?
Untuk apa sekolah dan pendidikan itu ada?
Untuk apa?
Jika pendidikan tak disertai dengan keikhlasan
Jika sekolah tidak dilengkapi dengan prasarana yang menunjang
Siapakah yang salah saat ini?
Apakah aku? Para guru? Pemerintah?
Atau siapa?
. . .
Sejenak aku berdiam diatas ketinggian
Menatap langit matahari senja
Yang perlahan meninggalkan langit biru di sudut kota
Jika aku tetap diam
Siapa yang akan mengurus negeri ini?
Jika aku mundur dan menyerah
Siapa yang akan menjadi estafet kepemimpinan di negeri ini
Jika aku terus menyalahkan keadaan
Siapa yang akan memperbaiki keadaan?
. . .
Akulah pemuda saat ini yang tengah berjuang
Melawan keadaan, melawan kemalasan
Melawan egoisme, melawan fanatisme
Melawan segala pemikiran kotor yang menodai jiwa
Bahwasanya, yang muda harus tetap berjuang
Untuk memperbaiki keadaan,
Memperbaiki pendidikan
Memperbaiki masa depan
Kibarkan semangatmu, Gelorakan Aksimu
Pemuda-pemudi Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H