Mohon tunggu...
Riza Seitra
Riza Seitra Mohon Tunggu... wiraswasta -

Indigenous Indonesian who love to meet and blend with many people... ever tried to think and act like a politician, and thx I failed....hahaha.. A politician never match with me. And right now I start to be a netizen...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tersesat dalam Humor

24 September 2011   05:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:40 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“Jika saya tersesat, semoga tersesat dalam humor”, itu yang saya katakan pada diri sendiri. Ini pastiberkaitan dengan begitu banyaknya kesesatan-kesesatan di 'halaman rumah saya'. Melihat banyak yang sesat tidak mungkin kalau saya tidak menjadi sesat, mengingat kadar iman saya yang masih cetek.

Sebagian besar orang mungkin beranggapan sesat adalah buruk. Sesat ya sesat, titik. Tetapi bagi saya sendiri sesat cuma jalan yang harus dilewati sebelum sampai ke tujuan. Mau menyeleweng dari Sang Maha? Tak apa, asal penyelewenganmu tidak berlangsung lama dan tidak mengganggu orang lain. Jika di pertengahan sesatmu kau sudah tiada, ya itu konsekuensimu menjadi sesat. Sekali lagi ini pandangan subjektif saja.

Teknik yang mungkin terdengar aneh, tapi itu yang saya lakoni. Kesesatan-kesesatan tadi tidak kuhilangkan melainkan perlahan  kugantikan. Kesesatan dari Sang Maha kugantikan dengan sesat dalam humor. Doaku kuganti bukan lagi dalam bahasa indah dan formal, terlebih aku sendiri susah berdoa dalam bahasa-bahasa indah. Doaku lebih seperti dialog antara anak dan orang tua. Kadang aku melucu dan meledek Dia. Jika saya dianggap 'gila' boleh tapi setidaknya kegilaan saya ini semakin mendekatkanku pada-Nya. Inilah esensi sebenarnya dari setiap kepercayaan yaitu mencari cara untuk dekat.

Jadi kepada pihak yang dianggap sesat, saya kemudian berujar, “Boleh kau dianggap sesat tapi kau harus tetap dekat. Ini cuma masalah cara, cara yang mungkin tidak semua orang mengerti. Jika ada cara lain yang mungkin lebih kau mengerti dan tidak mengorbankan orang lain, pakailah caramu”. Entah apakah ini salah menurut Anda, saya tidak tahu. Tapi yang jelas tersesat itu tidak begitu buruk menurut saya. Dan sesat dalam humor itu yang saya bangun sekarang. Humor itu pula yang kupakai ketika berbicara dengan Sang Maha.

Semoga artikel ini tidak melukai perasaan para kompasianer.

Salam hangat pluralisme..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun