Bergerak Mahasiswa
Mahasiswa dan pelajar sebagai pemuda memiliki semngat dan rasa ingin tahu yang besar. Masa-masa emas dimana ketika seorang manusia beraktivitas secara produktif (sekolah, belajar, berdiskusi, bekerja dll). Pada hakikatnya pemuda selalu berada di garis depan dalam hal apapun, menjadi ujung tombak dalam setiap kegiatan ataupun urusan. Pada zaman kemerdekaan pemuda (golongan muda) menculik Soekarno-Hatta (golongan tua) ke rengasdengklok untuk menekan Soekarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Soekarno pernah berkata “Beri aku 10 pemuda, maka akan goncangkan dunia ini” kepercayaan dari founding fathers terhdap kekuatan dalam diri pemuda. Sadarkah anda terhadap potensi anda?.
Mahasiswa berbeda dengan pelajar (siswa), bila siswa merupakan murid yang sedang mengalami masa sekolah dalam berbagai jenjang. Mahasiswa berbeda dengan siswa, dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978) adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-clon intelektual. Apakah pengertian diatas sudah mewakili tugas dan substansi dari mahasiswa?. Mari kita kaji mahasiswa berasal dari dua suku kata pertama “Maha” kedua “Siswa”. Maha tentu mengandung arti “yang paling” seperti nama Allah SWT Rachman (Maha Penyayang) artinya Allah Sangat menyayangi hambanya. Bagi mahasiswa gelar maha memiliki makna bahwa mahasiswa ialah individu yang terdidik, terpelajar, kaum pemikir yang memiliki tugas dan fungsi sosial, karena pada dasarnya mahasiswa juga sebagai penyambung lidah rakyat. Berbeda dengan siswa, mahasiswa memiliki beban sosial (Social responsibility) kepekaan terhadap lingkungan sekitar untuk ditemukan setiap solusi dari permasalahan tersebut.
Menurut Musthafa (2002, 19) “Mahasiswa melaksanakan perananya secara bebas, tanpa ada seorangpun yang boleh menghalanginya dari kebenaran.” mahasiswa sebagai kekuatan intelegensi haruslah merdeka, bebas dari intervensi dari pihak manapun apalagi “ditunggangi” oleh antek-antek politik. Kebenaran yang dimaksud ialah menjaga dan menumbuh kembangkan idealisme (kemurnian) yang dimiliki agar setiap tindak tanduknya bertopang pada apa yang diyakininya (Al-qur’an dan Hadist). Sebagai agent of change (agen perubahan) dapat dimaknai bahwa pemuda dapat mengubah sesuatu kearah yang menjadi lebih baik. Mengingat perjuangan mahasiswa pada oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) kumpulan mahasiswa yang pada masa itu merasa geram dengan pemerintahan Soekarno, sehingga mereka bersatu dan menggulingkan pemerintahan Soekarno. Pada masa Orde Baru, tahun 1998 pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto kembali digulingkan oleh Mahasiswa, melakukan aksi besar-besaran di Jakarta.
Penulis teringat apa yang dikatakan oleh pak Ahmad Yani anggota DPR RI Komisi III dalam suatu seminar di gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Beliau berkata “Hari ini mahasiswa sudah kehilangan idealismenya, mahasiswa berfikir hanya kuliah lalu bekerja dan akhirnya menikah, bukan lagi menjadi penyeimbang politik” hal tersebut senada mengingat peran mahasiswa yang berhasil menjatuhkan dua presiden di masa berbeda, karena merasa pemerintahan pada waktu itu sangat kacau balau. Hal tersebut mengingatkan kembali pada karakteristik mahasiswa pada zaman dulu dan sekarang. Mahasiswa pada zaman dulu sangat kental pada keilmuannya sehingga ada istilah ditangan kanan ada pulpen dan ditangan kiri ada buku, sehingga pada masa itu sangat dihormati oleh masyarakat. Pada masa tersebut mmahasiswa begitu menghormati dosennya sebagai suri tauladan mencerminkan etika yang tinggi sebagai penghargaan bagi seorang guru. Tapi lihat hari ini !. mahasiswa dimanjakan dengan fasilitas hidup yang nyaman !. di tangan kanan ada Handphone dan tangan kiri begitu kosong, bahkan kadangkala tidak membawa buku atau pulpen sama sekali ketika ke kampus.
Maka hari ini begitu miris ketika mahasiswa sudah mulai kehilangan atau bahkan luntur idealismenya. Sangat disayangkan bila mahasiswa hari ini sudah mulai tidak menjadi penyeimbang politik baik di kampus, ditingkat kota/kabupaten, maupun di tingkat bangsa dan negara. Bahkan hari ini kebanyakan mahasiswa sudah tidak memiliki nilai “tambah” di masyarakat hal itu disebabkan oleh banyaknya konflik horizantal yang di sebabkan dan bersumber dari mahasiswa itu sendiri. Banyak aksi-aksi turun kejalan berujung dengan aksi anarkis bukan menarik simpati dan empati rakyat malah menjadi bahan omongan miring bagi masyarakat. Individualis dan ketidak pedulian dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar sudah menjadi hal yang tidak begitu penting bagi mahasiswa.
Inilah yang haru dirubah, inilah yang harus diperjuangkan melalui perubahan dan pembaharuan oleh mahasiswa. Penulis teringat pada sebuah tokoh film jepang bernama Onizuka Ekhici “Jika kamu tidak mau merubah dirimu sendiri, maka tidak akan ada yang berubah!” (Onizuka Sensei) selain itu ada hal yang menginspirasi dari dialog film tersebut “jika kamu menghadapi sebuah dinding makan robohkanlah dinding tersebut, agar kamu tetap bisa berjalan”. Hal ini yang harus kita ingat bahwa dalam setiap langkah pasti akan menghadapi tantangan, rintangan, kesulitan, hambatan, gangguan dll tetapi kita harus ingat akan tujuan bila kita merasa yakin kita pasti bisa. Memang benar Tuhan yang menentukan segalanya tapi Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila kaum itu sendiri yang merubahnya. Maknanya kita sebagai manusia harus berusaha, bekerja keras, berjuang mencapai apa yang diharapkan dengan diiringi do’a. Kita haru yakin apapun yang kita lakukan jangan takut dan gelisah selama itu benar, tapi takutlah ketika apa yang di perjuangkan itu adalah kesalahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H