Mohon tunggu...
Rizal Wirahadikusumah
Rizal Wirahadikusumah Mohon Tunggu... -

saya seorang mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia kota bandung. saya sangat senang menulis, saya biasa menuliskan hal-hal politik, hukum dan kependidikan. saya membutuhkan informasi dan kritik yang membangun terkait dengan penulisan yang baik dan benar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Momentum Pendidikan Politik

5 September 2014   21:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:31 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momentum Pendidikan Politik

Politik merupakan suatu proses atau segenap usaha untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Demikian esensi dari politik itu tersebut. Dalam bukunya Meriam budiardjo menyatakan Politik merupakan usaha yang dilakukan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dan mendistribusikan hasil-hasil eksplorasi SDA maupun SDM. Politik secara tujuan mengandung makna positif, yang dalam arti kehidupan merupakan motif tersendiri. Perkembangan politik dari masa-kemasa mengalami peningkatan, bahkan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini ialah ilmu politik, karena ilmu politik dapat terkonversi kedalam beberapa disiplin ilmu lainnya (interdisipliner).

Pandangan umum mengenai politik berbeda-beda tergantung dari sudut pandang dan siapa yang memandang politik. Para elit partai politik memaknai politik sebagai upaya dalam meraih jabatan administratif. Bagi pemerintah politik dimakanai lebih luas, yaitu selain menduduki jabatan administratif juga bagaimana mendistribusikan dan memanagement kekuasaan sehingga roda pemerintahan dapat berjalan dan setiap program kerja dapat terealisasikan. Bagi masyarakat umum politik sering dipandang sebagai upaya praktis orang-orang tertentu dalam merebut atau berkompetisi dalam meraih kekuasaan, karena bila seseorang berkuasa diidentikan bahwa hidupnya akan sejahtera dan segala kehidupannya dijamn oleh negara. Pndangan umum tersebut menurut (Robert Brownhill dan Patricia Smart, 2009: 29) bahwa banyak elit politik yang berusaha mencapai pucuk pemerintahan mereka menggunakan “metode daging sapi” sebuah upaya dan biaya yang mahal dalam meraih posisi sebagai penguasa, maka setelah mendapatkan kekuasaan banyak yang mempertahankan kekuasaannya dan “membagikan kue” terhadap pihak-pihak yang mendukung, semua itu semata-mata untuk mempertahankan hidup yang nyaman dan sejahtera. Hal inilah yang perlu dikritisi oleh semua elemen masyarakat.

Negara sebagai organisasi tertinggi dan terbesar memiliki tujuannya masing-masing. Hal ini memerlukan kinerja baik dari eksekutif, Legislatif dan Yudikatif untuk bersama-sama bekerja dan bersinergis. Serta dukungan yang luar biasa dari masayrakat. Kepekaan politik dalam lingkungaan bermasyarakat perlu di tingkatkan, partisipasi aktif masyarakat perlu ditingkatkan. Pendidikan Politik menjadi salah satu faktor bagi seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah agar dapat bersinergis membangun bangsa, mengawasi setiap kinerja, melakukan Cheks and balances terhadap pemerintahan, menciptakan iklim sosial yang damai, berkeadilan dalam hukum dan melakukan pelaporan terhadap penyimpangan politik. A.S Petter mengungkapkan bahwa pendidikan dapat mengajarkan manusia untuk memandang setiap sudut manusia dari cara pandang yang berbeda. Selayaknya opini publik diarahkan dalam konteks pembangunan bangsa untuk mencapai cita-cita bangsa.

Pendidikan Politik sebagai upaya pencerdsan masyarakat terhadap politik dianggap perlu. Di Negara dengan sistem Demokrasi pendidikan politik dipandang sangat perlu, dengan pendidikan politik seseorang akan turut aktif dalam setiap Pemilihan umum daerah ataupun Nasional, Pendidikan politik tidak hanya mengenali proses politik akan tetapi menumbuh kembangakn rasa patriotisme, mengenal lebih baik dan mendalam terhadap jati diri bangsa dan ideologi bangsa. Plato berpendapat dalam bukunya berjudul “Republik” Pendidikan tidak hanya menghasilkan suatu pandangan yang benar atau tepat untuk memilih pemimpin di masa mendatang, akan tetapi juga mengadakan seleksi siapa orang yang pantas dan tidak pantas untuk menjadi pemimpin.

Walaupun Pendidikan Politik bersifat kontraprestasi, terjadi perdebatan bagaimana obyek dan subyek dari ilmu politik itu. Selain itu banyak kekhawatiran bahwa politik hanya mengajarkan akan kekuasaan itu saja, dan cara praktis dalam meraih segala suatu kedudukan administratif. Kekhawatiran lainnya siapa yang disebut pantas untuk mengajarkan politik, karena apabila politisi yang mengajarkan akan adanya pewarisan paham-paham yang kental dan indoktrinasi yang kuat untuk menjadi pendukung. Tentu saja hal ini patut diwaspadai, seperti “dilema” untuk membatahkan argumentasi tersebut dapat dijawb kembali dengan pendidikan politik, agar tidak terjebak dalam politik praktis saja. Denis Heater (dalam Brownhill 2009: 5) sangat logis apabila orang dewasa dalam negara demokrasi memiliki pengetahuan akan politik, maksudnya seseorang harus sanggup memetakan demokrasi, membuat pilihan yang rasional dalam memilih calon-calon maupun partai politik dalam pemilu dan siap dalam mengambil alih bagian kegaitan politik lainnya.

Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemiliha Presiden (Pilpres) tahun 2014, ajang tahunan setiap lima tahun sekali. Dimana pada momentum tersebut tampuk kekuasaan berada di tangan rakyat untuk memilih 560 orang yang pantas memimpin bangsa di  DPR-RI, DPRD dan DPD. Para calon legislatif (Pileg) berlomba-omba tebar pesona, unjuk gigi agar dapat dipilih oleh pemilih. Segala upaya dan daya dilakukan agar dapat memikat perhatian pemilih, tanpa mengedepankan track rekord atau jejak rekam para pileg. Kritikan yang keras bila banyak yang memilih para calon pemimpin hanya dari kepopulerannya saja, tanpa melihat latar belakang organisasinya, prestasi dan prestise yang telah di raih, penghargaan atas etos kerjanya dan hal-hal positif dari caleg lainnya.

Upaya unjuk gigi yang pertontonkan tanpa prestasi hanay dapat terselenggara dengan biaya yang fantastis. Dalam sebuah Kuliah Umum di Gedung MPR Bapak Ahmad Yani sebagai Keynot speaker mengungkapkan untuk menjadi anggota DPR-RI anda memerlukan uang sebesar Rp 2.000.000.000,- sebagai dana kampanye, transportasi, publikasi dan lain sebagainya. Jadi sangat logis apaila seseorang meiliki begitu banyak uang seperti seorang pengusaha sukses, kesempatan baginya untuk menang dalam pemilu begitu terbuka lebar. Selain itu dalam kompetisi pemilu diperlukan kekuatan politis kemampuan untuk “menggiring” massa dan opini publik, dan ketdekatan emosional dengan pejabat tertentu dapat menjadi salah satu alternatif dalam meraih kemenangan dalam pemilu.

Miris melihat dan mendengar apabila upaya dan daya yang dilakukan dalam menapaki jabatan administratif hanya dari cara-cara yang sifatnya tidak mengedepankan latar belakang pendidikan, latar belakang organisasi, prestasi akademik maupun politik, prestasi yang dirasakan oleh rakyat, prestasi yang di akui secara internasional. Secara logika kemungkinan calon yang memiliki kompetensi baik akan kalah dari seseorang yang dalam pendanaan dalam suatu pemilu sangat mencukupi. Hal serupa berlaku bagi pemilihan Presiden (Pilpres). Maka hal demikian relevan degnan pendapat para ahli yang telah penulis sampaikan diatas.

Melihat fenomena pemilu di Indonesia dapat menjadi sebuah pembalajaran bagi masyarakat khususnya pemilih. Fenomena tersebut dapat dijadikan sumber belajar dalam pendidikan politik. Pendidikan politik karena sifatnya kontraprestasi tidak membatasi diri dalam setiap sumber pembelajaran serta objek dalam pembelajarannya, sesuatu yang bersinggungan dengan politik baik di tingkat daerah, maupun nasional dapat menjadi sumber belajar.

Sosialisasi politik merupakan bagian terpenting dalam pendidikan politik. Sosialisasi tersebut merupakan suatu upaya pencerdasan dengan mensosialisasikan baik itu program-program kerja pemerintahan, struktur pemerintahan, organigram partai politik, argumen-argumen politik dan sebagainya. Sosialisasi baiknya di lakukan di tingkat elit politik hingga ke akar rumput. Konten dalam sosialisasi politik harus dapat dikemas secara menarik, tanpa melupakan substansinya.

Pendidikan Politik dapat dilakukan baik secara Formal maupun Non-Formal. Secara formal pendidikan politik dapat dilakuakn si sekolah baik. Secara non-formal pendidikan dapat di lakukan di keuarga dan dilingkungan masyarakat. Pendidikan politik menurut Brownhill dapat menggunakan Education Metode pendidikan politik dapat dimuatkan kedalam pendidikan kewarganegaraan, metode keteladanan sosok guru harus dapat menjadi teladan yang baik bagi guru dan dan tokoh inspiratif dapat dijadikan teladan, Metode Informasi dan komunikasi, dan metode dan metode pemasyarakatan atau sosialisasi. Saluran pendidikan politik begitu luas di mulai dari keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, organisasi di tingkat pendidikan, instansi pemerintahan tingkat daerah ataupun lokal.

Berbicara pendidikan tentunya berbicara hasil dari pendidikan tersebut, kompetensi apa yang hendak didapat seseorang setelah menempuh pendidikan politik. Warga negara yang menempuh pendidikan politik diharapkan akan menjadi aktif dalam kegiatan politik, seletif dalam pemilu, kritis terhadap pemerintahan, peka terhadap penyimpangan politik yang muncul dimasyarakat. Pendidikan Politik bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan politik agar rakyat secara maksimal aktif dalam kegiatan politik. Hal ini juga merupakan upaya Nation Building Pembangunan bangsa melalui pendidikan berarti pembangunan karakter dalam membangun mental dan semangat juang dalam diri masyarakat. Brownhill mengungkapkan dalam faham kebangsaan pendidikan politik berfungsi sebagai pembetnukan bangsa dalam konteks ideologi dan idealisme rakyat dituntun untuk bersama-sama menerapkan jati diri bangsa dalam kehidupan sehari-hari untuk meraih cita-cita bangsa dan negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun