Mohon tunggu...
Rizal Salamullah
Rizal Salamullah Mohon Tunggu... -

I never knew my best until I gave my all

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sejak balita dia sudah kehilangan sosok ibu

16 April 2011   11:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:44 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi hari saat kokokkan suara ayam mulai terdengar, akupun terhenyak dari tidurku. Setelah bangun dan berdiri kemudian aku terongok ke arah tikar tempat dimana biasa aku dan teman-temanku tertidur, saat itu kulihat semuanya masih tertidur pulas dan masih terhanyut dalam mimpi-mimpi mereka. Lalu kulihat ke arah sudut lainnya sudut dimana teman terdekatku biasa berbaring, disudut itu yang kulihat hanyalah sehelai selimut tipis miliknya yang sudah tertilap rapi, pikirku mungkin temanku yang satu ini malam ini tidak pulang, karena ku tahu kemarin dia bilang padaku mau mengerjakan tugas sampai larut di warnet Babe.

Mengingat shubuh sudah hampir datang, setelah mandi dan berwudhu akupun segera pergi ke mushola, belum sampai di mushola suara azan sudah berkumandang. Mendengarkan alunan suaranya, sepertinya aku merasa tidak asing dengan suara azan kali ini. Ternyata benar dugaanku, sang muazin ini adalah temanku sendiri. Ternyata sehabis pulang dari warnet itu dia juga sempat pulang dan tidur di kosan, namun seperti biasa, dia selalu bangun lebih awal daripada yang lain. Dialah seorang pemuda yang ku kenal dengan hatinya yang selalu ikhlas. Namun tidak banyak yang tahu bahwa masa lalunya yang kelam itu telah membangun sikapnya menjadi seseorang yang berhati ikhlas.

Sejak balita dia sudah kehilangan sosok ibu, sehingga ia tidak pernah merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu, bahkan bagaimana dan seperti apa sosok ibunya pun ia tidak pernah tahu, namun hebatnya sejak ia masih kecil pun ia tak pernah bersedih melihat teman-temannya ditemani ibu-ibu mereka saat pembagian raport di kelasnya. Dia ikhlas menerima semua kenyataan pahit karena tidak memiliki seorang ibu.

Kemudian saat ayahnya menikah lagi dengan ibu tirinya, bukan kebahagian yang justru ia rasakan, melainkan siksaan dari kekejaman ibu tiri itu yang ia dapati. Bukan hanya itu, seolah si ibu tiri itu begitu membenci kehadiran dirinya, ia pun kerap kali tidak dikasih makan, di perlakukan seperti layaknya seorang pembantu rumah tangga, yang mana ia harus mengerjakan semua pekerjaan ibunya seperti mencuci baju, mencuci piring dan mengepel lantai dalam usianya yang masíh sangat kecil. Lebih-lebih waktu untuk bermain bersama teman-temannya pun sulit ia peroleh. Sungguh malang nasibnya sebagai seorang anak, Namun meskipun demikian, hatinya tetap ikhlas menjalani semuanya.

Setelah menjelang dewasa, ia pun kini sudah hidup mandiri dan berpenghasilan. Sedangkan si ibu tirinya pun kini berbalik mengharapkan belas kasihan darinya. Sungguh luar biasa ia tak lantas menjadi sombong. Ia tetap tidak berubah dengan hatinya yang ikhlas sehingga iapun memaafkan semua kesalahan ibu tirinya itu.

"Sesungguh Allah bersama orang-orang yang ikhlas". Ambilah cahaya hikmah yang bisa diambil dari cerita ini agar dapat menerangi kita dalam belajar bagaimana menjadi seseorang yang ikhlas dalam menjalani hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun