Mohon tunggu...
Rizal Mutaqin
Rizal Mutaqin Mohon Tunggu... Tentara - Founder Bhumi Literasi Anak Bangsa

Semua Orang Akan Mati Kecuali Karyanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Rezeki Habis, Ajal Pun Tiba

24 Oktober 2024   14:00 Diperbarui: 24 Oktober 2024   14:22 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: arsip pribadi

Ketika Rezeki Habis, Ajal Tiba: Renungan Tentang Kehidupan dan Kematian Dari Pak Amino

Dalam perjalanan hidup, kita sering kali terjebak dalam rutinitas yang memusatkan perhatian pada jasad fisik dan segala kepemilikan duniawi. Padahal, semua yang kita miliki di dunia ini hanyalah pinjaman sementara. Suatu saat, ketika rezeki kita habis, ajal akan datang menjemput tanpa menunda. Ini adalah keniscayaan yang harus disadari oleh setiap individu, bahwa kehidupan duniawi ini fana dan hanya persinggahan sementara.

Ketika ajal tiba, jasad yang selama ini kita rawat dengan penuh perhatian akan melalui proses yang pasti. Orang-orang terdekat akan melaksanakan kewajiban mereka untuk memandikan, mengkafani, mensholatkan, dan memakamkan kita. Namun, setelah semua proses itu selesai, dunia tidak akan berhenti karena kepergian kita. Kehidupan tetap berjalan, ekonomi terus berputar, dan segala hal yang dulu kita pikir tak tergantikan, pada akhirnya akan diteruskan oleh orang lain.

Satu hal yang sering terlupakan oleh kita adalah betapa singkatnya masa duka orang-orang yang mengenal kita. Teman-teman dan sahabat mungkin akan bersedih beberapa saat, namun mereka akan kembali pada rutinitas dan tawa. Kita hanya akan menjadi bagian dari album kenangan. Dunia tak akan berhenti karena kematian kita, tak ada kekosongan yang abadi. Sebaliknya, kisah hidup kita yang sesungguhnya baru dimulai setelah kematian.

Apa yang terjadi di alam kubur dan akhirat adalah sesuatu yang nyata. Tak ada yang bisa menemani kita dalam menghadapinya, semua tanggung jawab atas amal perbuatan harus kita pikul sendiri. Satu per satu identitas yang kita banggakan selama hidup---harta, kecantikan, jabatan, dan bahkan keluarga---akan terlepas dari diri kita. Kita akan berdiri sendirian di hadapan Tuhan, mempertanggungjawabkan setiap tindakan kita di dunia.

Yang paling mengejutkan, ketika seseorang meninggal, nama kita pun akan segera terlupakan. Orang-orang tidak lagi menyebut kita dengan nama, melainkan "mayat" atau "jenazah". Begitu cepatnya dunia menghapus jejak kita, menandakan bahwa betapa rapuhnya kehormatan dan status sosial yang kita miliki. Kehormatan, jabatan, dan kemewahan dunia hanyalah ilusi yang tak memiliki arti di akhirat nanti.

Pertanyaan yang harus kita renungkan adalah: apa yang telah kita siapkan untuk menghadapi akhirat? Apa bekal yang kita bawa untuk kehidupan kekal setelah kematian? Ibadah, amal saleh, dan sedekah adalah satu-satunya harta yang bisa menyelamatkan kita di hari penghakiman. Saat semua telah hilang, hanya amal baik yang akan berbicara untuk kita.

Allah berfirman, ketika seseorang dihadapkan dengan kematian, mereka tidak meminta untuk kembali ke dunia untuk menunaikan ibadah haji, sholat, atau puasa. Sebaliknya, mereka memohon waktu untuk bersedekah. Mengapa demikian? Karena di akhirat, mereka menyadari betapa besar pahala sedekah dan betapa pentingnya berbagi selama hidup di dunia. Sedekah, yang sering kali dianggap remeh, ternyata menjadi penolong utama di kehidupan setelah mati.

Maka, penting bagi kita untuk mulai memperhatikan ibadah dan sedekah kita. Segala hal yang kita lakukan di dunia akan menentukan nasib kita di akhirat. Jangan sampai kita terlambat menyadari nilai sesungguhnya dari kehidupan ini. Persiapkanlah bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan yang kekal, karena sesungguhnya dunia ini hanya sementara, sedangkan akhirat adalah tujuan akhir kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun