dawet ireng yang kabarnya sangat terkenal di daerah ini. Kedai kecil bernama Dawet Ireng Kirana yang terletak di Kirana Cikarang G11 No. 5 sudah menarik minatku sejak beberapa hari lalu. Namun, jam buka kedai baru dimulai pukul 10.00, jadi aku masih harus menunggu sepuluh menit lagi.
Pagi itu, matahari mulai tinggi di langit Cikarang. Aku melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 09.50. Sejak semalam, pikiranku dipenuhi bayangan segar tentang segelasTidak ingin waktu terbuang sia-sia, aku memutuskan berjalan-jalan sebentar di sekitar kawasan. Hiruk-pikuk kendaraan dan aktivitas warga sekitar cukup membuat pagi itu terasa hidup. Namun, pikiranku tetap fokus pada dawet ireng seharga Rp 5.000 per cup yang menurut banyak orang memiliki rasa autentik dan menyegarkan. Menurut cerita, dawet ini diracik dengan resep tradisional yang diwariskan secara turun-temurun, menjadikannya salah satu yang terbaik di wilayah ini.
Tepat pukul 10.00, aku kembali ke kedai. Antrean sudah mulai terbentuk, meskipun tidak terlalu panjang. Di balik meja, seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah melayani pelanggan. Ia sibuk meracik dawet dengan tangan cekatan. Aroma pandan dan gula aren memenuhi udara, membuat perutku semakin lapar. Aku tak sabar ingin segera mencicipinya.
Saat tiba giliranku, aku memesan satu cup dawet. Wanita itu tersenyum sambil berkata, "Satu dawet, nak? Lima ribu saja." Aku menyerahkan uang dan menunggu dengan antusias. Begitu cup itu berpindah ke tanganku, aku langsung menyeruputnya. Rasa manis gula aren yang legit berpadu sempurna dengan segarnya santan dan kenyalnya cendol hitam dari tepung ketan. Benar-benar pengalaman yang tak terlupakan.
Sambil menikmati dawet, aku duduk di kursi yang disediakan di sekitar kedai. Angin sepoi-sepoi yang berhembus membuat siang itu terasa semakin menyenangkan. Dalam setiap tegukan, aku merasakan nostalgia. Rasanya seperti kembali ke masa kecil, ketika aku sering membeli dawet di pasar tradisional bersama ibuku.
Beberapa orang lainnya juga tampak asyik menikmati dawet mereka. Ada yang datang bersama keluarga, ada juga sepasang muda-mudi yang tampak bercanda sambil menyeruput minuman segar ini. Suasana di sekitar kedai begitu hangat dan penuh kebersamaan, meski sederhana. Kedai ini memang kecil, namun penuh cerita dan kenangan manis bagi setiap pengunjungnya.
Satu cup dawet sudah habis, tapi rasanya aku ingin lagi. Namun, aku sadar, masih banyak yang ingin menikmati dawet tersebut. Aku berdiri dan berterima kasih pada penjualnya. "Terima kasih, bu. Dawetnya enak sekali. Besok saya pasti kembali lagi." Sang ibu hanya tersenyum sambil melambaikan tangan.
Meninggalkan Dawet Ireng Kirana, aku merasa hari itu lengkap. Hanya dengan Rp 5.000, aku mendapatkan bukan hanya segelas dawet yang menyegarkan, tetapi juga kenangan manis yang akan selalu terpatri dalam ingatan. Rasanya aku tak sabar untuk kembali lagi dan mengulang pengalaman yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H