Mohon tunggu...
Rizal Mutaqin
Rizal Mutaqin Mohon Tunggu... Tentara - Founder Bhumi Literasi Anak Bangsa | Dewan Pengawas Sparko Indonesia

Semua Orang Akan Mati Kecuali Karyanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Langkah Kecil Mas Bhumi di Pagi Hari

14 Oktober 2024   09:34 Diperbarui: 14 Oktober 2024   09:41 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Bhumi Literasi Anak Bangsa

Editor: Dwi Shinta Dharmopadni

Pagi ini, udara terasa sejuk di sekitar taman kota. Langit biru cerah dihiasi oleh awan-awan tipis yang berarak pelan. Di sudut jalan, Mas Bhumi, anak kecil berusia dua tahun, berlari dengan semangat di samping ayah dan bundanya. Langkah kakinya kecil, namun penuh energi, seperti layaknya seorang pelari cilik yang tak kenal lelah. Mas Bhumi memang selalu suka berlari-lari setiap pagi. "Ayo, Nak! Lari terus!" seru ayahnya sambil tersenyum bangga.

Mas Bhumi tidak pernah berhenti bergerak. Setiap kali diajak olahraga, matanya berbinar seolah-olah dunia di sekelilingnya menjadi arena petualangan yang tak terbatas. Baginya, taman ini seperti lapangan besar yang penuh tantangan. Meski langkahnya belum panjang, tekadnya terlihat lebih besar dari apapun. Dengan celana olahraga dan sepatu kecilnya, dia terus maju mengikuti ritme lari ayah dan bundanya.

Sambil berlari, matanya tak henti-hentinya mengamati lingkungan sekitarnya. Buku, salah satu benda favoritnya, selalu membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang dunia. Ketika dia tidak berlari, biasanya Mas Bhumi duduk di pojok perpustakaan rumah, membuka halaman demi halaman buku bergambar. "Lihat, Bunda, itu burung!" teriaknya sambil menunjuk seekor burung pipit yang hinggap di ranting pohon dekat mereka. Mas Bhumi memang anak yang penuh rasa ingin tahu.

Di sela-sela larinya, Mas Bhumi terkadang berhenti sejenak untuk mengambil napas dan memperhatikan hal-hal kecil di sekitar. Ayahnya, yang juga suka membaca, sering bercerita bahwa kebiasaan Mas Bhumi ini tak jauh dari minatnya pada buku. "Kamu pasti penasaran ya, Nak? Nanti kita baca buku tentang burung itu di rumah," kata ayahnya sambil mengusap kepala Mas Bhumi. Tangan kecilnya menggenggam erat tangan ayah, lalu kembali berlari dengan senyum riang.

Ketika sampai di tengah taman, Mas Bhumi melihat banyak anak-anak lain yang juga berlari atau bermain. Dia memperhatikan mereka dengan penuh perhatian. Namun, alih-alih bergabung, Mas Bhumi memilih untuk terus berlari di samping ayah dan bundanya. Dia merasa aman dan nyaman bersama mereka. "Ayo Mas Bhumi, kita ke sana," ajak bunda sambil mengarahkan langkah mereka ke sisi lain taman.

Mas Bhumi tersenyum lebar, lalu berlari dengan lebih cepat. Dia merasa seperti seorang atlet cilik yang sedang berlomba, meski di matanya ini bukanlah soal menang atau kalah, melainkan soal menikmati setiap langkah yang dia ambil. Setiap kali dia berlari bersama ayah dan bundanya, ada kebahagiaan sederhana yang mengisi hatinya, seolah-olah mereka sedang menjalani petualangan seru setiap paginya.

Tak terasa, mereka sampai di tempat duduk di pinggir taman, tempat keluarga kecil itu sering beristirahat setelah berolahraga. Mas Bhumi duduk di pangkuan ayahnya, sementara bundanya memberikan botol minum. "Capek ya, Nak?" tanya bunda. Mas Bhumi menggeleng sambil tersenyum, tanda bahwa dia masih ingin terus berlari. Tapi ayahnya tahu, anak kecil itu juga butuh istirahat.

Ketika mereka duduk, ayah mulai bercerita tentang buku yang kemarin mereka baca bersama. "Kamu ingat cerita tentang kancil yang lari cepat untuk menghindari buaya?" tanya ayah. Mas Bhumi mengangguk antusias. Buku selalu menjadi topik menarik bagi mereka bertiga. Bahkan di saat beristirahat setelah berlari, cerita dari buku selalu hadir dalam percakapan keluarga kecil ini.

Setelah beberapa saat, Mas Bhumi bangkit dari pangkuan ayahnya. Meski baru saja beristirahat, dia terlihat siap untuk berlari lagi. "Ayo, Bunda, Ayah, kita lari lagi!" serunya penuh semangat. Ayah dan bunda saling berpandangan dan tersenyum. Mereka tahu bahwa kebahagiaan kecil ini adalah momen berharga yang akan selalu mereka kenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun