Mohon tunggu...
Rizal Mutaqin
Rizal Mutaqin Mohon Tunggu... Tentara - Founder Bhumi Literasi Anak Bangsa

Semua Orang Akan Mati Kecuali Karyanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meneropong Pengkhianatan

11 Oktober 2024   13:58 Diperbarui: 11 Oktober 2024   14:04 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Perpustakaan Bung Hatta

Wawancara Imajiner dengan Bung Hatta: Meneropong Pengkhianatan


Pada suatu senja di sebuah ruangan yang megah namun sederhana, suasana terasa tenang. Di depan saya duduk seorang tokoh besar yang telah memberikan banyak kepada bangsa ini, Bung Hatta, sang proklamator. Meski ini hanya wawancara imajiner, rasanya kehadirannya begitu nyata. Matanya yang teduh, senyumnya yang tipis, dan caranya berbicara yang penuh ketenangan seolah membawa saya ke masa perjuangan bangsa Indonesia.

"Bung Hatta," saya memulai, "pengkhianatan sering menjadi bagian dari sejarah bangsa ini. Bagaimana Bung memandangnya?" Ia diam sejenak, seperti menyusun kata-kata yang tepat. "Pengkhianatan," katanya lembut, "adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam perjuangan, kita sering menghadapi hal ini. Tidak hanya pengkhianatan dari pihak luar, tetapi juga dari pihak yang seharusnya berada di sisi kita."

Ia melanjutkan dengan pandangan yang mendalam. "Saat kita memperjuangkan kemerdekaan, ada saat-saat di mana kita merasa ditikam dari belakang. Orang-orang yang tadinya berjuang bersama tiba-tiba berpaling karena kepentingan pribadi atau godaan kekuasaan. Pengkhianatan itu menyakitkan, tapi tidak membuat kami berhenti." Matanya menerawang, seolah mengingat berbagai kejadian yang pernah ia alami.

Saya bertanya lebih lanjut, "Bung, apakah pernah ada pengkhianatan yang membuat Bung sangat kecewa?" Ia tersenyum tipis, seolah menahan beban masa lalu. "Tentu, ada beberapa. Tapi yang paling saya ingat adalah ketika kami, para pemimpin pergerakan, berharap pada solidaritas, namun beberapa orang yang kami percaya justru bekerja sama dengan penjajah. Mereka mengkhianati perjuangan demi keuntungan sesaat."

Saya terdiam, merenungi jawabannya. "Bagaimana Bung bisa tetap teguh meski dikhianati?" Ia menarik napas panjang. "Dalam perjuangan, kita harus selalu ingat bahwa yang kita perjuangkan bukan diri sendiri, tetapi bangsa ini. Saya selalu percaya bahwa pengkhianatan mungkin terjadi, tetapi cinta kepada tanah air akan lebih kuat. Pengkhianatan hanya memperkuat tekad kami untuk berjuang lebih keras."

Saya ingin tahu lebih jauh, "Bung, apa yang Bung pelajari dari pengkhianatan itu?" Dengan tenang, ia menjawab, "Saya belajar bahwa tidak semua orang bisa setia dalam perjuangan panjang. Kesetiaan diuji oleh waktu dan godaan. Tapi, saya juga belajar bahwa selalu ada orang-orang yang siap berjuang sampai akhir, tanpa pamrih."

Wawancara ini semakin membawa saya masuk ke dalam pemikiran mendalamnya. "Menurut Bung, apa yang membuat orang bisa mengkhianati perjuangan?" Hatta memandang saya, kali ini dengan sorot mata yang tajam. "Kerap kali, orang tergoda oleh kekuasaan atau ketakutan. Ketika perjuangan menjadi sulit, ada yang memilih jalan pintas untuk selamat atau kaya. Itu manusiawi, tapi tidak terpuji."

Senja semakin meredup, tapi semangat Bung Hatta tidak pudar. "Lalu, apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman pengkhianatan ini, Bung?" Ia tersenyum bijak. "Kita belajar untuk selalu waspada, tetapi juga tetap percaya pada orang-orang yang benar-benar berjuang. Meski ada yang mengkhianati, masih banyak yang setia pada cita-cita bersama."

Percakapan ini menjadi pelajaran berharga tentang perjuangan dan pengkhianatan. Sebelum wawancara imajiner ini berakhir, saya bertanya untuk terakhir kalinya, "Jika bisa berbicara kepada generasi muda sekarang, apa pesan Bung tentang pengkhianatan?" Dengan suara penuh ketegasan, Bung Hatta berkata, "Jangan pernah takut dikhianati. Pengkhianatan adalah bagian dari perjalanan. Tetaplah berjuang dengan hati yang bersih dan tujuan yang benar, karena bangsa ini lebih besar dari segelintir pengkhianat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun