Mohon tunggu...
Rizal Mutaqin
Rizal Mutaqin Mohon Tunggu... Tentara - Founder Bhumi Literasi Anak Bangsa | Dewan Pengawas Sparko Indonesia

Semua Orang Akan Mati Kecuali Karyanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangisan di Malam Jum'at

10 Oktober 2024   18:14 Diperbarui: 10 Oktober 2024   19:59 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu, suasana sunyi menyelimuti rumahku. Hanya deru angin yang terdengar samar di luar jendela, dan suasana malam Jum'at begitu terasa khidmat. Aku sedang terjaga, duduk merenungi kehidupan, ketika tiba-tiba bayangan samar muncul di hadapanku. Sosok yang tak asing itu perlahan-lahan menjadi lebih jelas---seorang pria dengan senyum khas dan kacamata bulatnya. Tak salah lagi, itu adalah Gus Dur.

"Kamu kelihatannya bingung," ujar Gus Dur sambil tersenyum lebar.

Aku terdiam, terkejut dan tak tahu harus berkata apa. "Gus, apakah benar malam Jum'at ini para ahli kubur pulang ke rumah?" tanyaku dengan suara pelan.

Gus Dur mengangguk pelan. "Iya, benar. Malam Jum'at adalah waktu yang istimewa. Banyak yang kembali ke rumah, berharap bisa mendapatkan setidaknya satu doa dari keluarganya---satu bacaan Qur'an, walaupun hanya satu ayat."

Aku merasakan perasaan campur aduk dalam hatiku. "Tapi Gus, bagaimana jika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka harapkan?" tanyaku lagi.

Gus Dur menundukkan kepalanya sejenak sebelum menjawab, "Mereka kembali dengan air mata, Nak. Mereka kembali ke kuburan, berpangku tangan, menangis dalam kesedihan. Hati mereka hancur karena tidak dikirimi doa."

Aku tertegun mendengar penjelasan itu. Bayangan orang-orang yang pulang dengan harapan kosong, kemudian kembali ke kuburan mereka dalam tangisan, membuat dadaku terasa sesak. "Apakah kita begitu penting bagi mereka, Gus?"

"Lebih dari yang kamu kira," jawab Gus Dur lembut. "Setiap ayat yang dibacakan untuk mereka, setiap doa yang dipanjatkan, adalah cahaya yang menerangi alam barzakh. Tapi ketika doa itu tak pernah datang, mereka merasa terabaikan, sendiri, dan kesepian."

Pikiran itu menghantui kepalaku sepanjang malam. "Gus, apakah mereka akan terus pulang meskipun doa tak pernah datang?"

Gus Dur tersenyum, kali ini dengan tatapan penuh kasih. "Mereka akan terus berharap, Nak. Sebab, harapan adalah hal terakhir yang hilang. Tapi tangisan mereka akan terus terdengar, jika doa itu tak kunjung datang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun