menulis. Namun, pikiran kosong. Aku ingin menjadi penulis terkenal, seseorang yang karyanya dikenang, dibaca oleh generasi mendatang. Namun, setiap kali aku mulai, keraguan menyusup. Di saat seperti itu, tiba-tiba saja bayangan seorang wanita dengan kebaya sederhana muncul di depanku. R.A. Kartini, sosok yang sudah lama kukagumi, berdiri dengan senyum lembut.
Aku duduk di depan laptop, jemariku bergetar di atas tuts keyboard, siap"Kartini?" tanyaku terbata, tak percaya dengan apa yang kulihat. "Apakah ini hanya imajinasiku?"
Kartini tersenyum, duduk di sampingku. "Mungkin saja ini imajinasimu," ujarnya tenang, "tapi bukankah dari imajinasi yang kuat, seorang penulis bisa menciptakan dunia-dunia baru?"
Aku menghela napas. "Aku ingin menjadi penulis yang besar, tetapi terkadang aku merasa tak cukup baik. Tulisan-tulisanku sering kali terhenti di tengah jalan, ide-ideku menguap begitu saja."
Kartini memandangku dengan penuh pengertian. "Menjadi penulis adalah proses yang panjang. Apakah kau tahu, dulu aku pun merasa terperangkap dalam keterbatasan? Tidak mudah bagi seorang perempuan seperti aku untuk berbicara, apalagi menulis. Namun, aku tetap menulis, karena aku tahu kata-kata memiliki kekuatan yang tak tergantikan."
Aku merenung mendengar ucapannya. "Tapi bagaimana kalau tulisanku tak pernah diterima oleh orang lain? Bagaimana jika aku gagal?"
Dengan tenang Kartini menjawab, "Kegagalan adalah bagian dari perjalanan. Setiap kali aku menulis surat, aku tak pernah tahu apakah pesan itu akan sampai pada tujuannya. Tapi aku menulis, karena melalui tulisan aku menemukan kebebasan dan keberanian untuk bersuara."
Kata-katanya menembus jauh ke dalam hatiku. Aku mulai merasakan api yang sebelumnya padam kembali menyala. "Aku selalu merasa terjebak dalam harapan untuk menjadi penulis besar. Tapi mungkin yang penting adalah menulis, bukan soal seberapa besar aku menjadi."
Kartini mengangguk. "Tepat sekali. Menulislah bukan karena ingin terkenal, tetapi karena melalui tulisan, kau bisa menyampaikan hal yang penting bagi dunia. Tulis apa yang ada di hatimu, dan jangan biarkan rasa takut menghentikanmu."
Aku tersenyum. Bayangan Kartini perlahan memudar, tapi semangatnya tetap tinggal. Kini, jemariku menari di atas keyboard, dan untuk pertama kalinya dalam waktu lama, aku tahu persis apa yang ingin kutulis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI