Mohon tunggu...
Rizal Mutaqin
Rizal Mutaqin Mohon Tunggu... Tentara - Founder Bhumi Literasi Anak Bangsa | Dewan Pengawas Sparko Indonesia

Semua Orang Akan Mati Kecuali Karyanya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tendangan Pertama Mas Bhumi

23 September 2024   23:39 Diperbarui: 23 September 2024   23:42 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah pagi yang cerah, di halaman rumah sederhana, Mas Bhumi, anak berusia dua tahun, berlarian penuh semangat. Dengan tubuh mungilnya yang lincah, ia memegang bola kecil di tangannya. Sejak beberapa minggu terakhir, Bhumi menunjukkan ketertarikannya pada sepak bola. Setiap kali melihat bola, ia langsung tertarik, dan kini, di usia dua tahun, ia sudah mahir menendang bola ke sana kemari dengan penuh kegembiraan.

Hari itu, Ayah Bhumi, yang juga seorang penggemar sepak bola, duduk di kursi taman sambil mengamati anaknya yang asyik bermain. "Ayo Bhumi, tendang bolanya ke arah Ayah!" serunya. Bhumi tersenyum lebar dan menendang bola sekuat tenaga dengan kaki mungilnya. Bola meluncur lurus dan mendarat tepat di kaki Ayah. "Bagus sekali, Bhumi!" Ayahnya tertawa bangga.

Setiap pagi, setelah sarapan, Bhumi selalu meminta bolanya. "Bola, bola!" katanya dengan bahasa khas anak seusianya. Ayahnya segera mengambil bola kecil warna putih kesukaannya dan membiarkan Bhumi berlarian di halaman. Terkadang, ia meniru gerakan para pemain sepak bola yang dilihatnya di televisi, meskipun dengan gaya lucu yang khas anak-anak.

Sore harinya, Bunda Bhumi bergabung di halaman. "Lihat, Bun, Bhumi mulai bisa menggiring bola!" kata Ayahnya dengan nada bangga. Bunda hanya tersenyum hangat, bangga melihat perkembangan putranya yang tampak semakin mahir. Ia ingat, saat Bhumi baru bisa berjalan, setiap langkahnya penuh hati-hati. Kini, anaknya sudah berlari ke sana kemari mengejar bola dengan penuh percaya diri.

Suatu hari, Ayah Bhumi memutuskan untuk membawanya ke lapangan sepak bola di dekat rumah. Bhumi yang senang bermain bola di halaman, tampak sangat antusias saat pertama kali melihat lapangan yang luas itu. "Wow!" serunya dengan mata berbinar. Ia langsung berlari menuju bola yang dibawa Ayahnya, menendangnya dengan semangat yang tak pernah surut.

Di lapangan itu, Bhumi bertemu dengan anak-anak lain yang lebih besar. Meskipun usianya paling kecil, Bhumi tidak merasa canggung. Ia dengan cepat berbaur, mengikuti gerakan anak-anak yang lebih besar, mencoba menendang bola bersama mereka. Beberapa anak bahkan takjub melihat Bhumi yang masih kecil namun memiliki kemampuan mengontrol bola dengan baik.

Setiap akhir pekan, lapangan itu menjadi tempat favorit Bhumi. Orang-orang yang sering berlatih di sana mulai mengenali sosok mungil yang penuh semangat itu. "Itu Mas Bhumi, si jago bola kecil," ujar salah seorang pelatih yang sering melihatnya bermain. Setiap kali Bhumi datang, ia selalu disambut dengan senyum dan sorakan dari orang-orang di lapangan.

Meskipun masih kecil, Bhumi sudah menunjukkan kecintaan yang besar pada sepak bola. Setiap hari ia berlatih, menendang, menggiring bola, dan bahkan mencoba mencetak gol kecil-kecilan dengan memasukkan bola ke gawang kecil yang dibelikan Ayahnya. "Bhumi pasti jadi pemain hebat nanti," kata Ayahnya penuh keyakinan, sambil terus mendukung anaknya untuk bermain dengan senang.

Suatu sore, ketika Bhumi berhasil mencetak gol kecil pertamanya ke gawang yang dipasang Ayahnya, ia melompat-lompat kegirangan. "Gol! Gol!" serunya, sementara Ayah dan Bunda bertepuk tangan. Itu adalah momen yang sederhana namun penuh makna, di mana Bhumi mulai merasakan kegembiraan dalam mengejar impian kecilnya---menjadi pemain bola.

Hari itu, saat matahari mulai terbenam, Bhumi duduk di pangkuan Ayahnya, kelelahan namun tersenyum puas. "Besok main bola lagi, Yah," katanya sambil memeluk erat bola kecilnya. Ayahnya tersenyum hangat, merasakan kebahagiaan yang sama seperti yang dirasakan oleh Bhumi. Baginya, kegembiraan anaknya lebih berharga dari segalanya, dan ia yakin, langkah kecil Bhumi hari ini akan menjadi awal dari mimpi besar di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun