Rizal Mutaqin, seorang Letnan Satu Corps Komunikasi dan Elektronika (Cke) TNI AD dan pendiri Bhumi Literasi Anak Bangsa, baru saja diundang menjadi narasumber dalam acara Kartika Podcast. Podcast tersebut memiliki judul yang sangat relevan dengan kontribusi Rizal dalam dunia literasi, yakni Mengkukir Karya Melalui Tulisan Lettu Cke Rizal Mutaqin. Episode ini telah tayang di YouTube Channel resmi TNI Angkatan Darat, menarik perhatian banyak penonton yang tertarik dengan perjalanan Rizal di dunia literasi.
Dalam podcast tersebut, Rizal Mutaqin berbagi kisah inspiratif tentang awal mula dirinya mendirikan Bhumi Literasi Anak Bangsa, sebuah platform yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan literasi generasi muda Indonesia. Rizal bercerita bahwa Bhumi Literasi tidak hanya sekadar platform penerbitan, tetapi juga sebuah gerakan yang bertujuan memberdayakan anak bangsa melalui karya tulis. Ia meyakini bahwa dengan literasi, masyarakat dapat lebih kritis, kreatif, dan produktif dalam menyampaikan ide serta gagasan.
Melalui diskusi yang penuh wawasan, Rizal mengungkapkan bahwa ide mendirikan Bhumi Literasi berawal dari kecintaannya terhadap dunia literasi dan keprihatinan terhadap minimnya minat baca dan menulis di kalangan generasi muda. Dengan latar belakang sebagai anggota TNI yang juga memiliki pendidikan IT, Rizal ingin memadukan ilmu pengetahuan teknologi dengan literasi. Menurutnya, teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk meningkatkan minat baca dan menulis jika digunakan dengan cara yang tepat.
Selama podcast berlangsung, Rizal juga menjelaskan beberapa tantangan yang ia hadapi dalam merintis Bhumi Literasi. Salah satunya adalah mengubah persepsi bahwa membaca dan menulis bukanlah hal yang membosankan, melainkan sebuah kegiatan yang bisa membuka wawasan serta menambah nilai dalam kehidupan sehari-hari. Rizal menyampaikan bahwa kesuksesan literasi adalah kerja keras yang melibatkan banyak pihak, dan melalui Bhumi Literasi, ia berusaha untuk menciptakan ekosistem yang mendukung tumbuhnya budaya literasi di Indonesia.
Rizal juga bercerita tentang berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Bhumi Literasi Anak Bangsa, termasuk program mentoring, pelatihan penulisan, dan lomba literasi. Menurutnya, kegiatan ini bertujuan untuk menginspirasi dan melatih generasi muda agar mereka mampu mengungkapkan ide-ide kreatifnya melalui tulisan. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara penulis muda, akademisi, dan praktisi di bidang literasi untuk menciptakan karya yang berdaya guna bagi masyarakat luas.
Dalam podcast tersebut, Rizal tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung Bhumi Literasi hingga saat ini. Mulai dari rekan-rekannya di TNI AD, hingga komunitas literasi yang terus memberikan dorongan semangat dan kontribusi nyata bagi perkembangan Bhumi Literasi. Ia juga menegaskan pentingnya sinergi antara dunia militer dan literasi untuk menciptakan bangsa yang tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga kuat dalam pemikiran.
Tak hanya membahas tentang Bhumi Literasi, Rizal Mutaqin juga berbagi pandangannya tentang peran penting literasi di kalangan prajurit TNI. Menurutnya, kemampuan literasi dapat membantu prajurit untuk lebih analitis dan reflektif dalam menjalankan tugas. Rizal meyakini bahwa prajurit yang gemar membaca dan menulis akan memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap berbagai dinamika sosial, politik, dan budaya yang ada di masyarakat.
Rizal berharap bahwa melalui platform seperti Kartika Podcast, lebih banyak orang akan tertarik untuk berkontribusi dalam gerakan literasi, baik sebagai penulis, pembaca, maupun pendukung. Ia juga berpesan kepada para generasi muda untuk tidak takut bermimpi dan berinovasi melalui karya-karya tulis mereka. Menurutnya, setiap tulisan memiliki kekuatan untuk mengubah dunia, asalkan dilakukan dengan tekun dan penuh dedikasi.
Dengan kehadirannya di Kartika Podcast, Rizal Mutaqin kembali menunjukkan bahwa literasi adalah salah satu kunci untuk membangun bangsa yang maju. Bhumi Literasi Anak Bangsa menjadi wadah bagi mereka yang ingin mengasah kemampuan menulis, sekaligus menjadi bukti bahwa literasi tidak hanya milik akademisi, tetapi juga dapat diakses dan dikelola oleh siapa saja, termasuk seorang prajurit TNI yang penuh semangat untuk menciptakan perubahan.