Mohon tunggu...
Rizal Mutaqin
Rizal Mutaqin Mohon Tunggu... Tentara - Founder Bhumi Literasi Anak Bangsa | Dewan Pengawas Sparko Indonesia

Semua Orang Akan Mati Kecuali Karyanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senin Siang yang Sangat Tenang

6 Mei 2024   11:27 Diperbarui: 6 Mei 2024   11:29 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Senin pagi tiba dengan keheningan yang melingkupi kota kecil itu. Matahari bersinar terang, memantulkan sinarnya yang hangat di antara pepohonan yang menghijau. Di sudut jalan, seorang pemuda bernama Rizal duduk di bangku taman, menikmati sejuknya udara pagi sambil menikmati secangkir kopi.

Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba meresapi ketenangan yang terasa begitu langka di tengah kehidupan yang sibuk. Rizal memperhatikan anak-anak kecil bermain di taman, tertawa riang tanpa beban. Mereka seperti menari-nari di bawah sinar matahari, mengingatkan Rizal akan masa kecilnya yang penuh dengan keceriaan.

Sementara itu, di sebuah kafe kecil di seberang taman, seorang wanita bernama Maya duduk di sudut, menyibukkan diri dengan membaca buku sambil menyeruput sepiring kopi hangat. Dia merasa damai dengan aroma kopi yang menyebar di sekitarnya, membiarkan dirinya tenggelam dalam dunia imajinasinya.

Beberapa langkah dari kafe, terdengar suara gemericik air dari sebuah kolam kecil. Di sana, seorang kakek duduk di pinggir kolam, mengamati ikan-ikan yang berenang dengan riang di dalamnya. Wajahnya dipenuhi keriput, tapi matanya tetap bersinar penuh kehidupan, menikmati kehadiran para tetangga kota kecil itu.

Di balik deretan toko-toko kecil, terdapat sebuah gereja yang tenang. Suara lonceng gereja berdentang pelan, mengingatkan warga kota akan kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka. Beberapa orang memasuki gereja, mencari kedamaian dan mengucapkan doa-doa mereka di dalam keheningan.

Waktu pun berlalu dengan lambat, mengalir seperti sungai yang tenang. Senin siang itu, kota kecil itu terasa seakan berada di dalam gelembung ketenangan yang tidak tergoyahkan. Setiap orang di sana menikmati momen mereka masing-masing, mengisi hari dengan kedamaian dan kebahagiaan yang sederhana.

Tidak ada kekacauan atau keributan, hanya harmoni yang mengalir di setiap sudut kota. Matahari semakin tinggi di langit, tapi udara tetap sejuk dan segar, seolah-olah alam sendiri ikut merayakan keheningan yang tercipta.

Saat senja mulai merayap, Rizal, Maya, kakek di kolam, dan para jemaat gereja saling berpamitan satu sama lain. Mereka meninggalkan kota kecil itu dengan hati yang lega dan jiwa yang tenang, siap menghadapi hiruk pikuk kehidupan yang menanti mereka di hari-hari berikutnya.

Senin siang yang sangat tenang itu akan selalu menjadi kenangan yang indah bagi mereka, sebuah kenangan tentang betapa berharganya kedamaian di tengah kesibukan dunia yang terus berputar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun