Ibukota memerah dalam bisu terdengar,
Gelombang manusia, laju tak terbendung,
Berlomba dalam hiruk pikuk yang berlarut.
Dermaga kehidupan, rindang namun penuh duka,
Dipinggir jalan, manusia tersesat dalam arah,
Meniti asa, di bawah kilauan gedung tinggi,
Namun tak selalu bahagia yang terpancar di sana.
Kilatan cahaya menyembunyikan duka,
Sedalam reruntuhan jiwa yang terpencil,
Hidup berlalu di antara kemewahan palsu,
Mengukir luka dalam tawa yang terhambur.
Ibukota, kau tempat mimpi terkubur,
Di antara gedung-gedung yang tinggi menggunung,
Hidup tak lagi bernyawa di pangkuanmu,
Di balik gemerlapmu, kejamnya nyata terasa.
Namun di sudut, ada kisah yang terlupa,
Kehangatan kebersamaan meski terpinggirkan,
Ibukota, meski kejam, engkau tetap milik kita,
Di sela kehidupan, cinta tetap menyala.
"Derita Ibukota" menjadi pelipur lara,
Menyuarakan luka, merangkul kepedihan,
Ibukota, dalammu ada kisah haru dan tawa,
Tetaplah bersinar meski kejam merajalela.