Mohon tunggu...
Afrizal Abdul Rasyid
Afrizal Abdul Rasyid Mohon Tunggu... Konsultan - Saat ini berkerja untuk proyek yang bergerak pada peningkatan layanan publik dasar

Masih teringat akan jasa-jasa My Father yang saat ini telah tenang di alam sana My FB: Afrizal Abdul Rasyid Twitter: @rizalarasyid IG: @rizal.arsyid

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Lidah Tsunami Itu Mengubah Agenda Shooting Perdana (#I)

26 Desember 2014   09:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:26 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini tepatnya sepuluh tahun yang lalu dikau katakan bahwa jadwal shooting video clip untuk Album perdanamu di kawasan Ulee Lheu.

Kala itu aku sedang di depan desktop kantorku, kebetulan aku nginap di kantor karena ada kerjaan, tiba-tiba handphoneku berdering, diujung telepon kau berujar "Bang saya nginap di Hotel Rajawali ya, soalnya besok shootingnya pagi-pagi bener di Ulee Lheu". Sedikit berat aku menjawab "Iya gak apa-apa, besok Abang akan ke lokasi shooting jika tidak begitu sibuk kerja".

Pagi harinya, minggu sekitar pukul 7 terjadi guncangan teramat berat,  hentakannya sampai menggoyang-goyangkan tiang listrik yang ada di depan kantorku yang berlokasi di Blower. Aku dan kolegaku yang sama-sama nginap di kantor tanpa sadar berhamburan keluar dan mencari lokasi yang terasa aman dari bangunan dan tiang listrik sambil jalan jongkok karena tidak bisa berjalan tegak, di saat itu baru tersadarkan bahwa Aceh sedang dilanda gempa besar mencapai 8,9 SR dan lokasi kantorku tidak begitu jauh dari bibir pantau Ulee Lheu.

Pasca gempa usai aku dan kawanku mengeluarkan sepeda motor dari garasi untuk memantau kondisi di luar sana. Kami keluar dari Blower menuju pusat kota Banda Aceh. Kami telusuri jalan mulai dari jalan taman sari, kami saksikan hotel termegah di Banda Aceh kala itu sudah rata dengan tanah, kami lanjutkan ke jalan Muhammad Jam, di sana Toko Buku Zikra juga hancur lebur, kemudian kamik lanjutkan perjalanan menuju Peunayong dan kembali melalui jembatan Pante Pirak, kami terperanjat karena Swalayan Pantee Pirak juga ikut roboh sebagian bangunannya.

Dan kami berkesimpulan untuk kembali ke kantor melalui jalan Teuku Umar karena teringat akan teman-teman kantor masih bertahan di sana, sesampainya di Simpang Jam kami dikejutkan dengan teriakan orang-orang sambil berlari mengatakan “Air laut naik, lari ke arah bukit, Keutapang atau Mata Ie!”. Seakan tak percaya apa yang diteriaki oleh orang-orang itu, Aku dan temanku terus berusaha untuk kembali ke Blower, namun karena desakan arus massa kami tak kuasa untuk melawan arus, akhirnya kami lari kea rah Keutapang.

Singkat cerita beberapa saat kami bertahan di Mesjid Teuku Umar di daerah Stui, kemudian kami kembali ke Blower untuk melihat teman-teman di sana, namun malang nasib kami sesampai di simpang Blower kami dihadang oleh air yang memang tidak deras lagi namun membuat motor kami tenggelam dan tidak bisa hidup lagi, terpaksa kami harus seret motor sampai ke kantor.

Sesampai di kantor ada perasaan bahagia karena kami lihat teman-teman semuanya selamat, perasaan bahagia itu hanya hinggap sesaat karena tak lama kemudian terlihatlah orang-orang mulai menandu manyat. ada yang tidak berbusana lagi, ada yang sudah compang camping dan ada pula manyat yang masih utuh busananya. Aku dan teman-teman membantu warga untuk mengevakuasi manyat ke masjid terdekat, kebetulan masjid hanya selang satu rumah dari kantor kami. Barulah di situ aku mengetahui bahwa adanya gelombang besar yang menghunus ke daratan Aceh dan memakan korban jiwa, terutama orang-orang yang bertempat tinggal di tepi pantai dan orang-orang yang pada saat itu sedang mandi laut di pagi minggu. Manyat-manyat yang dievakuasi itu kebanyakan dari Ulee Lheu.

Dari situ aku mulai berfikir bagaimana nasib dikau yang pada pagi itu rencana pembuatan video clip di pantai Ulee Lheu. Fikiranku tak tenang, Telpon, HP dan Listrik padam total. Tidak lama kemudian aku meninggalkan blower menuju Ulee Kareung dengan berjalan kaki, berharap dalam perjalan bertemu orang yang aku kenal untuk menanyakan keberadaan dikau. Berhari-hari aku mencari tau keberadaan dikau, ke kawasan Darussalam pun ku tuju, ku buka satu per satu penutup jenazah yang dideretkan di depan Kampus Unsyiah, ada yang mirip bener dengan dikau, namun karena aku sudah lama mengenal dikau aku yakin itu bukan dikau. Hari kelima aku dapat kabar melalui HP bahwa dikau selamat dan keberadaan dikau saat itu di Matang Geulumpang Dua diselamatkan oleh produser yang kebetulan berdomisili di sana.

Legalah fikiranku karena dikau tak terbawa gelombang Tsunami, kau selamat dengan rencana shooting yang ajaib… Bersambung Part II…!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun