Jalannya proses Demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ternyata tidak membutuhkan Partai Politik. Baik dalam proses kepemerintahan maupun dalam mengantikan rezim kepemimpinan.
Pasalnya, menurut Kepala Gardu Besar Pejuang Tanpa Akhir (PETA) Agus Kodri Harimurti Kodri, jika diteliti lebih lanjut dalam Undang-undang Dasar 1945 yang asli dengan pendekatan sejarah proses perjalanan bangsa Indonesia ada makna perbedaan dalam mendefinisikan kata demokrasi di Indonesia.
"Dimana, proses tersebut berawal dari Bangsa yang terlahir lebih dahulu kemudian negara dibentuk yang mengartikan bahwa proses demokrasi di Indonesia haruslah berlandaskan kedaulatan rakyat," jelas Agus saat berbincang di Jakarta, Kamis (17/7) yang lalu.
Sedangkan, negara-negara yang sudah mapan berdemokrasi lebih dahulu, Agus mengungkapkan, secara sejarah mereka berawal dari terbentuknya negara kemudian bangsa.
"Sehingga membutuhkan sebuah kekuatan politik real untuk menghacurkan proses bernegara yang dimotori para bangsawan yang memiliki tanah. Sebagaimana, sistem negara kerajaan," jelasnya.
Sedangkan, NKRI yang merupakan negara bangsa memiliki instalansi-instalansi rakyat di tataran bawah. Seperti, Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW) dan Lumbung Desa. "Kemudian, para pendiri bangsa ini memufakatkan adanya sebuah lembaga yang menjalankan kedaulatan rakyat. Sebagaimana, Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 asli," jelas Agus.
Agus menuturkan, jika MPR berada di tataran bawah atau dekat dengan rakyat. "Kemudian, secara berjenjang kepemimpinan  kepala RT, RW, Lumbung Desa dan MPR dijadikan instalansi kedaulatan rakyat. Bukanlah, hal yang mustahil," jelasnya.
Jika hal itu yang terlaksana, bukankah pelaksanaan kedaulatan rakyat secara real lebih nyata. Dibandingkan, dengan sistem kepartaian yang hanya mengandalkan kekuatan massa. "Namun, keputusannya ada di tangan ketua umumnya," tuturnya.
Definisi Demokrasi
Jika diteliti dari proses perjalan sejarah Demokrasi secara definisi bisa didefinisikan alih bahasa anarkisme secara sistemik.
Ketika peradaban dunia mengacu pada Mesir, tatanan masyarakat masih di dominasi oleh sistem kerajaan. Dimana, instalansi kedaulatannya berasal dari strata sosial para bangsawan.
"Sebab, semakin luas bangsawan tersebut dalam menguasai tanah semakin besar kekuasaannya," jelas Agus.
Kemudian, kaum Yahudi yang tidak memiliki tanah berpikir untuk mengapai sebuah kekuasaan. "Untuk itulah diciptakan kekuatan politik untuk menghacurkan sistem kerajaan," jelas Agus.
Kemudian, para pendiri bangsa Indonesia. Membentuk sebuah sintesa dengan bermufakat menjadi satu bangsa yang kemudian diikuti terbentuknya negara. "Sejarah ini sebetulnya, akan menjadi lawan kekuatan politik dalam membentuk negara dan menetapkan bangsa," jelasnya.
Sebab, Agus pun menegaskan, berdasarkan pernyataan Bung Hatta bahwa demokrasi Indonesia adalah kedaulatan rakyat. "Kemudian, Bung Karno menyebutkan bahwa Demokrasi adalah alat. Jika kita tanya alat untuk apakah demokrasi itu, maka jawabanya alat untuk menjalankan anarkis secara sistemik," ungkapnya.