Proyek Strategis Nasional merupakan salah satu kebijakan yang dilahirkan pada masa Presiden Joko Widodo. Di tahun 2021, terdapat sejumlah perubahan daftar Proyek Strategis Nasional yang dituangkan ke dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI No. 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.Â
Meskipun ada perubahan dari daftar sebelumnya, secara keseluruhan daftar Proyek Strategis Nasional masih berfokus pada agenda pembangunan infrastruktur: dimulai dari pembangunan jalan tol, pembangunan dan pengembangan pelabuhan, pembangunan dan pengembangan bandar udara, pembangunan jalur kereta, pembangunan waduk dan pembangunan kawasan strategis pariwisata nasional.
Kawasan strategis pariwisata nasional sendiri terdapat 19 pembangunan dalam keseluruhan proyek strategis nasional[1]. Keseluruhan pembangunan kawasan strategis pariwisata nasional menggunakan skema kawasan ekonomi khusus ("KEK") yang terbentang dari sabang -- merauke, yang salah satunya adalah pembangunan KEK yang berada di Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang Banten. KEK Tanjung Lesung memiliki luas area 1.500 Ha dengan potensi pariwisata yang beragam, antara lain keindahan alam pantai, keragaman flora dan fauna serta kekayaan budaya yang  eksotis[2].Â
Pembangunan KEK Tanjung Lesung dimanifestasikan dengan menggunakan dana investasi luar negeri dalam bentuk MoU pembangunan KEK Tanjung Lesung senilai 1 miliar dolar AS yang ditandatangani Chairman Yunnan Ice Sea Investment Group Wei Xiao Lin (Cina), Direktur Utama PT Jababeka Budianto Liman (Indonesia), dan Direktur Eksekutif Octagon Universal Gabriel Lin (Singapura)[3].
Pembangunan KEK Tanjung Lesung diproyeksikan menarik investasi sebesar Rp.92,4T dan diproyeksikan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 85.000 tenaga kerja hingga tahun 2025. Ambisi untuk membangun KEK Tanjung Lesung yang bersandarkan kepada investasi luar negeri merupakan kebijakan yang ambisus yang berpotensi meninggalkan luka terhadap masyarakat sekitar yang terdampak pembangunan KEK tersebut.Â
Selain dari pada itu pasca dihantam oleh pandemic Covid-19, ekonomi masyarakat yang mayoritas berada di wilayah ekonomi non formal masih belum sepenuhnya sehat. Intervensi pemerintah untuk menghidupkan kembali ekonomi masyarakat pada faktanya dikesampingkan demi memuluskan target pembangunan KEK di tahun 2023.Â
Merujuk pada Amartya Sen dalam bukunya development as freedom, memandang pembangunan ekonomi yang sesungguhnya adalah pembangunan yang memungkinkan individu untuk memiliki seperangkat kebebasan dan pilihan[4]. Mengelaborasi teori pembangunan amartya sen dan visi pembangunan KEK yang hanya memiliki focus infrastruktur berdampak kepada implikasi negative yang dialami masyarakat akibat proyek pembangunan yang problematik.
 Pelaksanaan KEK Tanjung Lesung, turut berdampak pada sejumlah kondisi kehidupan sosial-ekonomi di masyarakat sekitar. Sejak tahun 2018 hingga saat ini terdapat 100 -- 200 hektar tanah yang bersengketa dengan warga pemilik tanah akibat biaya ganti rugi yang diberikan oleh Pemerintah belum sesuai dengan yang diinginkan oleh warga[5].Â
Situasi ini berpotensi untuk terjadinya penggusuran paksa yang dilegitimasi oleh instrument hukum[6] dengan jargon pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Masih segar persitiwa penggusuran yang terjadi akibat proyek pembangunan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung, dimana memakan korban penggusuran seperti warga di sekitaran Kabupaten Bandung Barat, Bekasi, dan lainnya.Â
Selain itu di daerah lain, proyek pembangunan Waduk Wadas di Jawa Tengah turut memakan korban dengan adanya praktik penggusuran warga setempat dan juga tindakan represif aparat penegak hukum terhadap warga.