Mohon tunggu...
Rizal Faisal Rakhman
Rizal Faisal Rakhman Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya percaya, susah itu senang.. tak bisalah kita senang-senang jika tak pernah merasakan susah-susah.. email : agcetisbyrjun@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wanita Malang di Bis

16 November 2016   12:48 Diperbarui: 16 November 2016   19:59 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah pengajar Bahasa Jepang newbie di tempat saya bekerja, oh itu bulan Juli tahun 2009. Untuk meningkatkan kemampuan dan menambah pengalaman, saya harus tunduk pada keputusan Direktur Utama yang membuat saya harus ikut pelatihan di Japan Foundation yang berada di jalan Jenderal Sudirman, kalaulah Jono yang jadi jenderal pada saat itu, mungkin namanya menjadi jalan Jenderal Jono, tapi sayangnya Jono hanyalah seorang kopral.

Waktu itu, sore hari selepas pelatihan, saya pulang ke kantor menaiki bis yang bernama BIANGLALA jurusan Depok-Grogol, tentu sajalah melewati jalan Jenderal Sudirman, kalaulah tidak saya tidak akan menaikinya. Bis yang saya naiki penuh sesak dengan manusia yang tidak saling kenal, karena mereka tidak mengobrol, mereka tampaknya lebih akrab dengan NOKIA, Sony Ericsson, ataupun Blackberry yang ada digenggamannya. Kemanakah Android? iphone? waktu itu masih belum populerlah mereka.

Oh, tak tersisa satupun kursi yang bisa saya duduki, karena orang lain lebih dulu mendudukinya, dan banyak orang lainpun yang senasib dengan saya. Andai pada saat itu saya bisa menyamar menjadi ibu hamil, mungkin ada orang yang baik hati yang akan menawarkan kursinya untuk saya duduki, tapi sayang properti penyamaran saya tidak dibawa, jadi saya harus berdiri bergelantungan di bis. 

Di depan saya ada wanita cantik yang tampaknya pulang bekerja. Salah satu tangannya ke atas berpegangan ke besi panjang yang bisalah dia dijadikan pegangan, sehingga membiarkan ketiaknya terbuka lebar. Untung lah di jaman sekarang ini semakin banyak deodoran yang bisa dibeli dimana saja, kalaulah tidak, baulah dia. Meskipun sebenarnya wanita di depan saya itu tak mengeluarkan aroma bau badan yang tak sedap, tiba-tiba saya terpikirkan untuk menutup hidung saya seolah-olah dia bau badan, saya tutup hidung saya dengan ekspresi muka yang seakan tidak tahanlah saya dengan bau badannya. Orang di belakang saya menatap saya dengan heran, lalu saya kirimkan sinyal ke orang itu seakan menyampaikan pesan bahwa saya menutup hidung karena wanita yang ada di depan saya bau badan. Sesekali orang itu menatap wanita yang saya maksud, ternyata orang yang sedang duduk di sebelah kanan dan kiri saya pun mulai mengarahkan pandangannya ke arah dia. 

Hati manusia memang sensitif, dia merasakan dipandangi risih oleh beberapa pasang mata. Lalu, dia menoleh ke arah saya yang berada dibelakangnya, saya tak melepaskan tangan dari hidung. Sesekali juga dia menatap ketiaknya dan mendekatkan hidungnya kesana, seakan memastikan apakah benar bau badannya. Sayangnya, bau badan lebih bisa dirasakan oleh orang lain, jadi dia tetap saja tak yakin. Tampaknya, dia mulai salah tingkah, karena orang-orang di dekat saya pun sesekali mencuri-curi pandang ke arahnya, mungkin saja mereka berpikir “cantik-cantik kok bau…” dia semakin salah tingkah, karena kepercayaan dirinya telah dirampas! Itu terlihat dari ekspresi mukanya dan gerak tubuhnya.

Sampai akhirnya, saya harus turun, karena posisi bis sudah di depan stasiun Tanjung Barat, disitu lah kantor tempat saya bekerja berada. Saya turun meninggalkan dia yang sedang gundah, dan terlanjur dianggap bau badan oleh orang disekitarnya. Oh, maafkan saya wahai wanita tanpa nama, saya hanya iseng saja, lebaran tahun depan saya akan meminta maaf, kalaulah kita berjumpa lagi.

Oh sekarang tahun 2016, belum lah saya bertemu dengan dia lagi, Tuhan belum menakdirkan. Tapi tak apalah, dia pasti sudah membersihkan nama baiknya sekarang.

 

Banjaran, 15 November 2016

Ditulis dengan secangkir kopi dan sehisap sigaret

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun